Keberadaan budaya Betawi, termasuk kesenian tradisionalnya dalam beragam bentuk seperti tari-tarian, teater, nyanyian, musik, dan sebagainya, merupakan aset wisata yang eksotik. Sudah sepatutnya berkembang sebagaimana kesenian tradisional dari etnis lain.
Tak sedikit tim kesenian dari Indonesia yang diwakili Betawi pentas keliling dunia, mendapat sambutan luar biasa di berbagai manca negara. Sementara di Tanah Airnya sendiri seolah kurang mendapat tempat. Bahkan regenerasinya pun acap mengalami kendala. Saat ditemui di kediamannya, kawasan Cipayung Jakarta, Mpok Nori, salah seorang generasi senior kesenian tradisional Betawi, mengungkapkan bahwa saat ini kesenian yang digelutinya tak sepopuler tahun 70-80-an saat keemasan karirnya. Kendalanya, selain besarnya pengaruh globalisasi, generasi muda Betawi juga sangat sedikit yang mau mempelajari sekaligus meneruskan kesenian tradisi mereka. Nah, supaya kita lebih mengenal apa saja budaya Betawi dalam bentuk kesenian tradisional tersebut? Nyok kite kenal lebih jauh… ONDEL-ONDEL Entah mengapa diberi nama Ondel-ondel. Yang pasti, setiap ada gelaran hajatan di kalangan warga Betawi, arak-arakan ondel-ondel seperti tak pernah ketinggalan. Baik hajatan besar maupun sekedar pesta sunat anak. Boneka besar setinggi sekitar 2 meter tersebut memang dipercaya sebagai simbol nenek moyang yang menjaga anak-cucunya yang masih hidup. Dengan kata lain, ondel-ondel juga dipercaya untuk mengusir roh jahat setiap ada hajatan. Bagian wajah berupa topeng (disebut kedok), sementara rambut kepalanya dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki dicat warna merah, sedangkan yang perempuan dicat dengan warna putih. Keberadaan ondel-ondel yang kerangkanya dibuat dari bambu itu saat ini sudah mulai bergeser. Kadang hanya digunakan sebagai pajangan di kantor-kantor, hotel-hotel, atau tempat-tempat umum setiap bulan Juli tiba. GAMBANG KROMONG Setiap mendengar gambang kromong ingatan kita langsung tertuju pada musik khas Betawi. Tapi sejarah musik ini awalnya dipengaruhi beberapa unsur musik Cina, yaitu dengan digunakannya alat musik gesek berupa kongahyan, tehyan, dan skong. Sementara alat musik asli pribumi dalam gambang kromong berupa gambang, kromong, kemor, kecrek, gendang kempul dan gong. Awal mula terbentuknya orkes gambang kromong tidak lepas dari seorang pimpinan golongan Cina yang bernama Nie Hu-kong. Tak heran, sebuah grup gambang kerap memainkan lagu-lagu Cina yang biasanya dibawakan secara instrumental. Konon, sekitar abad ke-delapan belas warga Batavia (Jakarta) sangat menyukai permainan musik, lantaran itulah tidak sedikit peranakan Tionghoa yang menggabungkan permainan bermacam-macam alat musik dikolaborasikan dengan tari-tarian cokek. LENONG BETAWI Lenong adalah teater rakyat khas Betawi yang dikenal sejak tahun 1920-an. Sejak awal keberadaannya, diiringi dengan musik gambang kromong. Dalam dua Lenong dikenal dua jenis cerita yaitu Lenong Denes (bercerita tentang kerajaan atau kaum bangsawan) sementara Lenong Preman berkisah tentang kehidupan rakyat sehari-hari ataupun dunia jagoan. Lenong Denes sendiri adalah perkembangan dari bermacam bentuk teater rakyat Betawi yang sudah punah, seperti wayang sumedar, wayang senggol ataupun wayang dermuluk. Sementara lenong preman disebut-sebut sebagai perkembangan dari wayang sironda. Yang cukup signifikan dalam perbedaan penampilan kedua lenong tersebut, Lenong Denes umumnya menggunakan bahasa Melayu halus, sedang Lenong Preman rata-rata menggunakan bahasa Betawi sehari-hari. Beberapa seniman Lenong Betawi terkenal yang lahir dan terkenal dari kesenian ini cukup banyak. Sebut saja H. Bokir (alm), Mpok Nori sampai Mandra. Namun tokoh dalam bidang ini siapa lagi kalau bukan H.M. Nasir T (Bang Nasir). TANJIDOR Selain mendapat pengaruh dari budaya Cina, kesenian Betawi dipengaruhi oleh beragam budaya dari Eropa. Orkes Tanjidor, misalnya, mulai ada sejak abad ke-18. Konon salah seorang Gubernur Jenderal Belanda, Valckenier menggabungkan rombongan 15 orang pemain alat musik tiup Belanda dengan pemain gamelan, pesuling Cina, dan penabuh tambur Turki untuk memeriahkan pesta. Tak heran, secara sepintas, bunyi orkes Tanjidor sangat mirip dengan lagu-lagu dalam kelompok marching band, tapi lagu-lagu barat berirama imarsi maupun wals yang dimainkan oleh para pemain tanjidor sudah sulit dilacak asal-usulnya, mengingat sejak awal keberaadannya dikembangkan sesuai selera sekaligus kemampuan ingat para juru panjaknya dari generasi ke generasi. Sampai saat ini, Tanjidor masih ditampilkan untuk menyambut tamu, memeriahkan arak-arakan atau mengiringi pengantin. Namun dalam perayaan HUT Jakarta biasanya ditampilkan sebagai salah satu peserta festival. Menyebut Tanjidor, tampaknya identik dengan tokohnya, Marta Nya’at. KERONCONG TUGU Pernah dengar keroncong tugu? Ini adalah musik Betawi yang banyak mendapat pengaruh dari budaya Barat khususnya dari Eropa Selatan. Sejak abad ke-18 musik ini berkembang di kalangan warga Tugu, mereka adalah masyarakat Jakarta keturunan Mardijkers atau bekas anggota tentara Portugis yang dibebasin dari tawanan Belanda. Setelah memeluk agama Kristen, mereka ditempatkan di Kampung Tugu, yang saat ini masuk wilayah Kecamatan Koja Jakarta Utara. Di kampung tersebut, terdapat gereja yang dibangun tahun 1600-an. Musik keroncong tugu sendiri biasanya dibawakan oleh warga Tugu sejak tahun 1600-an setiap malam bulan purnama, sambil bergerombol menikmati malam bulan purnama di pinggir sungai, ataupun dibawakan untuk mengiringi lagu-lagu gereja dalam acara kebaktian. Alat-alat musik keroncong tugu sejak awal dilahirkan terdiri dari keroncong, biola, ukulele, banjo, gitar, rebana, kempul dan selo. ORKES GAMBUS Budaya Timur Tengah ternyata juga memiliki pengaruh kuat dalam khasanah Betawi, hal ini terbukti bahkan sampai saat ini di seantero Jakarta terdapat puluhan grup orkes gambus. Orkes ini biasanya ditampilkan di acara pesta perkawinan untuk mengiringi para penyanyi gambus baik laki maupun perempuan. Mereka biasanya membawakan lagu-lagu gambus dengan lirik religius maupun lagu-lagu cinta berbahasa Arab. Agar lebih semarak, saat musik gambus sedang dimainkan, biasanya ada beberapa penari zapin yang terdiri dari beberapa orang laki-laki. Walaupun dalam perkembangannya, terkadang juga melibatkan beberapa penari perut (belly dancer) perempuan sebagai daya tarik. Mungkin lantaran grup musik gambus selalu identik dengan pesta pernikahan warga etnis Betawi, grup musik gambus masih tumbuh subur di Jakarta, lantaran peminatnya masih saja ada. Bahkan beberapa artis gambus kerap lahir lantaran jam terbangnya dari pesta ke pesta cukup/sangat tinggi. Salah seorang tokoh musik gambus di Jakarta, Munif Bahaswan, mengakui, dibanding musik dangdut, musik gambus kurang diminati di luar etnis Betawi, Arab dan India. REBANA Selain musik gambus, masih ada musik Betawi yang dipengaruhi budaya Timur Tengah. Musik rebana misalnya, adalah musik khas Betawi yang bernafaskan Islam. Macam musik rebana sendiri demikian banyak, digolongkan sesuai alat musik maupun syair-syair yang dibawakan oleh para pemain musiknya. Jenis-jenis musik rebana, misalnya rebana ketimpring, rebana ngarak, rebana dor juga rebana biang. Biasanya, musik rebana (khususnya rebana biang) digunakan untuk memeriahkan pesta maupun arak-arakan. Tokoh rebana adalah H. Abdul Rahman. ORKES SAMRAH Orkes samrah adalah kesenian Betawi dalam bentuk orkes yang mendapat pengaruh suku Melayu. Lagu-lagu yang biasa dibawakan dalam ini adalah lagu-lagu jadul (jaman dulu), seperti lagu Burung Putih, Pulo Angsa Dua, Sirih Kuning, juga lagu Cik Minah. Orkes samrah juga biasa dipakai mengiringi lagu-lagu khas Betawi semacam Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung dan lain-lain. Sementara tarian yang biasa diiringi orkes samrah disebut Tari Samrah. Biasanya, para penari samrah menari berpasang-pasangan, dengan gerakan tari bermacam-macam, yang salah satunya dipengaruhi oleh gerakan silat. Tak heran, dalam silat Betawi juga dikenal beragam gerak yang lemah gemulai. Tokoh dalam bidang musik samrah adalah Ali Sabni. TARI SILAT Tari silat adalah tarian yang keseluruhan gerakannya diambil dari gerak pencak silat. Tari ini diiringi oleh tetabuhan khusus yang disebut gendang pencak, gambang kromong, gamelan topeng dan lain-lainnya. Di kalangan masyarakat Betawi sendiri dikenal bermacam aliran silat, sebut saja aliran Kwitang, aliran Tanah Abang maupun aliran Kemayoran. Sementara gaya dalam tari silat yang paling terkenal disebut gaya seray, gaya pecut, gaya rompas serta gaya bandul. Tari silat Betawi sendiri menunjukkan aliran atau gaya yang diikuti oleh masing-masing penari. Selain tari silat, Betawi juga memiliki banyak tari-tarian lain. TARI TOPENG Tari Topeng adalah visualisasi gerak, yang dibuat nenek moyang tanpa melalui konsep. Ada pengaruh budaya Sunda, namun memiliki ciri khasnya berupa selancar. Para penarinya menggunakan topeng yang mirip dengan Topeng Banjet Karawang Jawa Barat, namun dalam topeng betawi memakai bahasa Betawi. Dalam topeng betawi sendiri ada tiga unsur: musik, tari dan teater. Tarian dalam topeng betawi inilah yang disebut tari topeng. Salah seorang tokoh seniman Betawi yang telah mengusung aneka tari-tarian Betawi khususnya tari topeng hingga ke manca negara adalah Entong Kisam. Dirinya sudah berkeliling ke 5 benua, serta 33 negara. Negara yang paling sering ia lawati bersama grup tari topengnya adalah Perancis, Cina dan Thailand. TOPENG BETAWI Budaya Sunda ternyata juga mempengaruhi budaya Betawi. Salah satunya dalam kesenian Topeng Betawi, yaitu teater rakyat Betawi yang sangat digemari oleh masyarakat etnis Betawi sebab dapat digunakan untuk menyampaikan kritik sosial. Salah satu lakon topeng Betawi yang terkenal berjudul Bapak Jantuk. Lakon ini mengandung banyak petuah seperti nasehat-nasehat tentang kehidupan berumah tangga. Dalam teater ini digunakan musik pengiring yang disebut gamelan topeng. Salah seorang tokoh budaya Betawi dalam bidang Topeng Betawi, adalah Mpok Nori. WAYANG BETAWI Salah satu produk budaya Betawi hasil akulturasi dari budaya Jawa dan Sunda adalah wayang. Namun demikian, pengaruh Sunda lebih tampak dalam kesenian ini. Mungkin secara geografis memang lebih dekat. Misalnya dalam hal penggunaan bahasa. Dalam wayang digunakan bahasa Betawi campur Sunda. Dalam dunia pewayangan Betawi dikenal dua jenis wayang: Wayang Kulit (dalang terkenalnya H. Surya Bonang alias Ki Dalang Bonang), serta Wayang Golek (dalang terkenalnya Tizar Purbaya). Umumnya, wayang Betawi mengambil lakon tentang kehidupan kerajaan di dunia pewayangan. Ada pula tokoh komedi Udel (persamaannya Cepot di dalam Sunda). Musik iringan dalam wayang Betawi sama halnya dengan gamelan topeng, berupa musik gamelan Sunda campur Betawi, dengan ciri khas alat musik tehyan (sebagai ciri khas Betawi) yang disebut gamelan ajeng. |
Annesya Puspita S_06
04.13 |
Label:
Seni Budaya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar