Keberadaan budaya Betawi, termasuk kesenian tradisionalnya dalam beragam bentuk seperti tari-tarian, teater, nyanyian, musik, dan sebagainya, merupakan aset wisata yang eksotik. Sudah sepatutnya berkembang sebagaimana kesenian tradisional dari etnis lain.
Tak sedikit tim kesenian dari Indonesia yang diwakili Betawi pentas keliling dunia, mendapat sambutan luar biasa di berbagai manca negara. Sementara di Tanah Airnya sendiri seolah kurang mendapat tempat. Bahkan regenerasinya pun acap mengalami kendala. Saat ditemui di kediamannya, kawasan Cipayung Jakarta, Mpok Nori, salah seorang generasi senior kesenian tradisional Betawi, mengungkapkan bahwa saat ini kesenian yang digelutinya tak sepopuler tahun 70-80-an saat keemasan karirnya. Kendalanya, selain besarnya pengaruh globalisasi, generasi muda Betawi juga sangat sedikit yang mau mempelajari sekaligus meneruskan kesenian tradisi mereka. Nah, supaya kita lebih mengenal apa saja budaya Betawi dalam bentuk kesenian tradisional tersebut? Nyok kite kenal lebih jauh… ONDEL-ONDEL ![]() Boneka besar setinggi sekitar 2 meter tersebut memang dipercaya sebagai simbol nenek moyang yang menjaga anak-cucunya yang masih hidup. Dengan kata lain, ondel-ondel juga dipercaya untuk mengusir roh jahat setiap ada hajatan. Bagian wajah berupa topeng (disebut kedok), sementara rambut kepalanya dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki dicat warna merah, sedangkan yang perempuan dicat dengan warna putih. Keberadaan ondel-ondel yang kerangkanya dibuat dari bambu itu saat ini sudah mulai bergeser. Kadang hanya digunakan sebagai pajangan di kantor-kantor, hotel-hotel, atau tempat-tempat umum setiap bulan Juli tiba. GAMBANG KROMONG Setiap mendengar gambang kromong ingatan kita langsung tertuju pada musik khas Betawi. Tapi sejarah musik ini awalnya dipengaruhi beberapa unsur musik Cina, yaitu dengan digunakannya alat musik gesek berupa kongahyan, tehyan, dan skong. Sementara alat musik asli pribumi dalam gambang kromong berupa gambang, kromong, kemor, kecrek, gendang kempul dan gong. Awal mula terbentuknya orkes gambang kromong tidak lepas dari seorang pimpinan golongan Cina yang bernama Nie Hu-kong. Tak heran, sebuah grup gambang kerap memainkan lagu-lagu Cina yang biasanya dibawakan secara instrumental. Konon, sekitar abad ke-delapan belas warga Batavia (Jakarta) sangat menyukai permainan musik, lantaran itulah tidak sedikit peranakan Tionghoa yang menggabungkan permainan bermacam-macam alat musik dikolaborasikan dengan tari-tarian cokek. LENONG BETAWI Lenong adalah teater rakyat khas Betawi yang dikenal sejak tahun 1920-an. Sejak awal keberadaannya, diiringi dengan musik gambang kromong. Dalam dua Lenong dikenal dua jenis cerita yaitu Lenong Denes (bercerita tentang kerajaan atau kaum bangsawan) sementara Lenong Preman berkisah tentang kehidupan rakyat sehari-hari ataupun dunia jagoan. Lenong Denes sendiri adalah perkembangan dari bermacam bentuk teater rakyat Betawi yang sudah punah, seperti wayang sumedar, wayang senggol ataupun wayang dermuluk. Sementara lenong preman disebut-sebut sebagai perkembangan dari wayang sironda. Yang cukup signifikan dalam perbedaan penampilan kedua lenong tersebut, Lenong Denes umumnya menggunakan bahasa Melayu halus, sedang Lenong Preman rata-rata menggunakan bahasa Betawi sehari-hari. Beberapa seniman Lenong Betawi terkenal yang lahir dan terkenal dari kesenian ini cukup banyak. Sebut saja H. Bokir (alm), Mpok Nori sampai Mandra. Namun tokoh dalam bidang ini siapa lagi kalau bukan H.M. Nasir T (Bang Nasir). TANJIDOR ![]() Tak heran, secara sepintas, bunyi orkes Tanjidor sangat mirip dengan lagu-lagu dalam kelompok marching band, tapi lagu-lagu barat berirama imarsi maupun wals yang dimainkan oleh para pemain tanjidor sudah sulit dilacak asal-usulnya, mengingat sejak awal keberaadannya dikembangkan sesuai selera sekaligus kemampuan ingat para juru panjaknya dari generasi ke generasi. Sampai saat ini, Tanjidor masih ditampilkan untuk menyambut tamu, memeriahkan arak-arakan atau mengiringi pengantin. Namun dalam perayaan HUT Jakarta biasanya ditampilkan sebagai salah satu peserta festival. Menyebut Tanjidor, tampaknya identik dengan tokohnya, Marta Nya’at. KERONCONG TUGU Pernah dengar keroncong tugu? Ini adalah musik Betawi yang banyak mendapat pengaruh dari budaya Barat khususnya dari Eropa Selatan. Sejak abad ke-18 musik ini berkembang di kalangan warga Tugu, mereka adalah masyarakat Jakarta keturunan Mardijkers atau bekas anggota tentara Portugis yang dibebasin dari tawanan Belanda. Setelah memeluk agama Kristen, mereka ditempatkan di Kampung Tugu, yang saat ini masuk wilayah Kecamatan Koja Jakarta Utara. Di kampung tersebut, terdapat gereja yang dibangun tahun 1600-an. Musik keroncong tugu sendiri biasanya dibawakan oleh warga Tugu sejak tahun 1600-an setiap malam bulan purnama, sambil bergerombol menikmati malam bulan purnama di pinggir sungai, ataupun dibawakan untuk mengiringi lagu-lagu gereja dalam acara kebaktian. Alat-alat musik keroncong tugu sejak awal dilahirkan terdiri dari keroncong, biola, ukulele, banjo, gitar, rebana, kempul dan selo. ORKES GAMBUS ![]() Agar lebih semarak, saat musik gambus sedang dimainkan, biasanya ada beberapa penari zapin yang terdiri dari beberapa orang laki-laki. Walaupun dalam perkembangannya, terkadang juga melibatkan beberapa penari perut (belly dancer) perempuan sebagai daya tarik. Mungkin lantaran grup musik gambus selalu identik dengan pesta pernikahan warga etnis Betawi, grup musik gambus masih tumbuh subur di Jakarta, lantaran peminatnya masih saja ada. Bahkan beberapa artis gambus kerap lahir lantaran jam terbangnya dari pesta ke pesta cukup/sangat tinggi. Salah seorang tokoh musik gambus di Jakarta, Munif Bahaswan, mengakui, dibanding musik dangdut, musik gambus kurang diminati di luar etnis Betawi, Arab dan India. REBANA Selain musik gambus, masih ada musik Betawi yang dipengaruhi budaya Timur Tengah. Musik rebana misalnya, adalah musik khas Betawi yang bernafaskan Islam. Macam musik rebana sendiri demikian banyak, digolongkan sesuai alat musik maupun syair-syair yang dibawakan oleh para pemain musiknya. Jenis-jenis musik rebana, misalnya rebana ketimpring, rebana ngarak, rebana dor juga rebana biang. Biasanya, musik rebana (khususnya rebana biang) digunakan untuk memeriahkan pesta maupun arak-arakan. Tokoh rebana adalah H. Abdul Rahman. ORKES SAMRAH Orkes samrah adalah kesenian Betawi dalam bentuk orkes yang mendapat pengaruh suku Melayu. Lagu-lagu yang biasa dibawakan dalam ini adalah lagu-lagu jadul (jaman dulu), seperti lagu Burung Putih, Pulo Angsa Dua, Sirih Kuning, juga lagu Cik Minah. Orkes samrah juga biasa dipakai mengiringi lagu-lagu khas Betawi semacam Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung dan lain-lain. Sementara tarian yang biasa diiringi orkes samrah disebut Tari Samrah. Biasanya, para penari samrah menari berpasang-pasangan, dengan gerakan tari bermacam-macam, yang salah satunya dipengaruhi oleh gerakan silat. Tak heran, dalam silat Betawi juga dikenal beragam gerak yang lemah gemulai. Tokoh dalam bidang musik samrah adalah Ali Sabni. TARI SILAT ![]() Sementara gaya dalam tari silat yang paling terkenal disebut gaya seray, gaya pecut, gaya rompas serta gaya bandul. Tari silat Betawi sendiri menunjukkan aliran atau gaya yang diikuti oleh masing-masing penari. Selain tari silat, Betawi juga memiliki banyak tari-tarian lain. TARI TOPENG Tari Topeng adalah visualisasi gerak, yang dibuat nenek moyang tanpa melalui konsep. Ada pengaruh budaya Sunda, namun memiliki ciri khasnya berupa selancar. Para penarinya menggunakan topeng yang mirip dengan Topeng Banjet Karawang Jawa Barat, namun dalam topeng betawi memakai bahasa Betawi. Dalam topeng betawi sendiri ada tiga unsur: musik, tari dan teater. Tarian dalam topeng betawi inilah yang disebut tari topeng. Salah seorang tokoh seniman Betawi yang telah mengusung aneka tari-tarian Betawi khususnya tari topeng hingga ke manca negara adalah Entong Kisam. Dirinya sudah berkeliling ke 5 benua, serta 33 negara. Negara yang paling sering ia lawati bersama grup tari topengnya adalah Perancis, Cina dan Thailand. TOPENG BETAWI Budaya Sunda ternyata juga mempengaruhi budaya Betawi. Salah satunya dalam kesenian Topeng Betawi, yaitu teater rakyat Betawi yang sangat digemari oleh masyarakat etnis Betawi sebab dapat digunakan untuk menyampaikan kritik sosial. Salah satu lakon topeng Betawi yang terkenal berjudul Bapak Jantuk. Lakon ini mengandung banyak petuah seperti nasehat-nasehat tentang kehidupan berumah tangga. Dalam teater ini digunakan musik pengiring yang disebut gamelan topeng. Salah seorang tokoh budaya Betawi dalam bidang Topeng Betawi, adalah Mpok Nori. WAYANG BETAWI ![]() Dalam dunia pewayangan Betawi dikenal dua jenis wayang: Wayang Kulit (dalang terkenalnya H. Surya Bonang alias Ki Dalang Bonang), serta Wayang Golek (dalang terkenalnya Tizar Purbaya). Umumnya, wayang Betawi mengambil lakon tentang kehidupan kerajaan di dunia pewayangan. Ada pula tokoh komedi Udel (persamaannya Cepot di dalam Sunda). Musik iringan dalam wayang Betawi sama halnya dengan gamelan topeng, berupa musik gamelan Sunda campur Betawi, dengan ciri khas alat musik tehyan (sebagai ciri khas Betawi) yang disebut gamelan ajeng. |
Tampilkan postingan dengan label Seni Budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Seni Budaya. Tampilkan semua postingan
Annesya Puspita S_06
04.13 |
Label:
Seni Budaya
Read User's Comments0
annesya puspita s_06
04.10 |
Label:
Seni Budaya
KESENIAN TEREBANG DARI TANAH SUNDA
Kesenian terebang gebes berasal dari daerah Bojongbentang, desa Tanjungkerta, kecamatan Pagerageung, Tasikmalaya. Terebang gebes sudah berumur kurang lebih 83 tahun. Orang yang mau bermain terebang gebes harus bisa membuat terebang gebes sendiri, karena tidak ada yang menjualnya. Terebang gebes kuat sampai puluhan tahun.
Bahan yang dipakai untuk membuat terebang gebes adalah pohon kelapa dan kulit kambing. Ukuran terebang gebes yamg paling besar adalah 1 m, sedangkan yang paling kecil 20 cm. Jumlah terebang gebes ada 11, mulai dari yang paling besar sampai paling kecil.
Ciri khas pemain terebang gebes, selalu memakai celana panjang berwarna hitam, baju koko warna putih, peci hitam, dan memakai sorban. Selain memegang terebang gebes, pemain juga melantunkan sholawat. Biasanya pemain terebang gebes adalah orang tua dan sudah mahir membaca Al - Qur'an. Terebang gebes berfungsi untuk mengiringi sholawatan.
Cara memainkan terebang gebes mengikuti irama lantunan sholawat. Terebang gebes biasanya dipertunjukan pada bulan maulid.
Terebang gebes mula - mula diperkenalkan oleh masyarakat Bojong-bentang pada tahun 1920. Asal kesenian ini dari Istabul, Turki. Menuru sejarah, pedagang Istambul berdagang sambil memperkenalkan kesenian ini ke masyarakat yang menjadi pelanggannya.
Pertama - tama dari India, lalu diperkenalkan ke masyarakat Indonesia. Masyarakat Bojongbentang kenal dengan terebang gebes dari masyarakat Cirebon, yang sengaja datang ke Pagerageung. Mereka sama seperti para pedagang yang menyebarkan agama Islam.
Masyarakat Bojongbentang yang mendirikan kesenian terebang gebes adalah Nain Kadir dan Kiai Ahyar. Lalu turun temurun sampai sekarang, kesenian ini masih tetap dipelihara.
Kesenian terebang gebes berasal dari daerah Bojongbentang, desa Tanjungkerta, kecamatan Pagerageung, Tasikmalaya. Terebang gebes sudah berumur kurang lebih 83 tahun. Orang yang mau bermain terebang gebes harus bisa membuat terebang gebes sendiri, karena tidak ada yang menjualnya. Terebang gebes kuat sampai puluhan tahun.
Bahan yang dipakai untuk membuat terebang gebes adalah pohon kelapa dan kulit kambing. Ukuran terebang gebes yamg paling besar adalah 1 m, sedangkan yang paling kecil 20 cm. Jumlah terebang gebes ada 11, mulai dari yang paling besar sampai paling kecil.
Ciri khas pemain terebang gebes, selalu memakai celana panjang berwarna hitam, baju koko warna putih, peci hitam, dan memakai sorban. Selain memegang terebang gebes, pemain juga melantunkan sholawat. Biasanya pemain terebang gebes adalah orang tua dan sudah mahir membaca Al - Qur'an. Terebang gebes berfungsi untuk mengiringi sholawatan.
Cara memainkan terebang gebes mengikuti irama lantunan sholawat. Terebang gebes biasanya dipertunjukan pada bulan maulid.
Terebang gebes mula - mula diperkenalkan oleh masyarakat Bojong-bentang pada tahun 1920. Asal kesenian ini dari Istabul, Turki. Menuru sejarah, pedagang Istambul berdagang sambil memperkenalkan kesenian ini ke masyarakat yang menjadi pelanggannya.
Pertama - tama dari India, lalu diperkenalkan ke masyarakat Indonesia. Masyarakat Bojongbentang kenal dengan terebang gebes dari masyarakat Cirebon, yang sengaja datang ke Pagerageung. Mereka sama seperti para pedagang yang menyebarkan agama Islam.
Masyarakat Bojongbentang yang mendirikan kesenian terebang gebes adalah Nain Kadir dan Kiai Ahyar. Lalu turun temurun sampai sekarang, kesenian ini masih tetap dipelihara.
Read User's Comments0
IKA WIDYA ASTUTI 071 9C
03.54 |
Label:
Seni Budaya
Seni rupa, khususnya seni lukis
telah lama dikenal oleh manusia. Manusia mengenal jenis seni ini sejak puluhan
ribu tahun yang telah lampau, hal ini terbukti dari penemuan para pakar
kepurbakalaan di goa-goa, terutama di daerah sekitar Perancis selatan, Maroko
dan Spanyol. Di goa-goa tersebut ditemukan jejak-jejak peninggalan manusia
prasejarah, yang berupa lukisan atau goresan-goresan dan patung-patung. Dengan
demikian, seni lukis termasuk cabang seni rupa yang paling tua, dibandingkan
dengan cabang seni rupa yang lain.
Perjalanan seni lukis telah melalui berbagai warna dalam pertumbuhannya, sejak masa paling awal, yaitu masa prasejarah, hingga seni rupa modern saat ini. Seni rupa modern dimulai sekitar abad XIX, yaitu pada saat mulai berakhirnya masa Renaissance di Eropa, khususnya Eropa barat dan kemudian meluas ke Amerika. Pada awal perkembangannya, seni lukis modern diwarnai berbagai gejolak yang cukup dahsyat, dengan munculnya berbagai pandangan yang berbeda-beda mengenai seni rupa di antara para seniman, yang kemudian menyebabkan lahirnya faham-faham atau aliran-aliran. Supardi Hadiatmodjo (1990: 147) menjelaskan bahwa:
Pada abad XIX tumbuh bermacam-macam aliran, yang munculnya tidak bersamaan, bersimpangsiur, bertentangan satu sama lain. Lebih-lebih pada waktu itu keadaan sosial ekonomi dipengaruhi oleh kemajuan teknik (Revolusi Industri di Inggris) dan Revolusi Perancis tanggal 14 Juli 1789. Akibat adanya kedua revolusi berpengaruh dan menjadi tantangan bagi perkembangan kesenirupaan.
Perkembangan seni lukis modern dari Eropa tersebut semakin meluas hingga ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Berbagai sumber kepustakaan tentang seni rupa di Indonesia umumnya menyatakan bahwa kelahiran seni lukis modern di Indonesia pertama kali dipelopori oleh Raden Saleh Syarif Bustaman. Raden saleh adalah orang Indonesia yang pertama kali belajar tentang seni lukis modern ke Eropa, khususnya pada seniman zaman Renaissance. Sejak kepergian Raden Saleh belajar seni lukis ke luar negeri inilah, seni lukis modern di Indonesia dinyatakan dimulai, sehingga pada masa ini disebut sebagai masa perintisan. Masa perintisan ini kemudian berlanjut ke suatu masa yang di sebut sebagai Mooi Indie. Pada masa ini, tema-tema lukisannya adalah tentang alam, yang meng-ekspose tentang keindahan panorama alam Indonesia. Kebanyakan lukisan-lukisan yang dibuat adalah untuk memenuhi pesanan pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu. Tokoh-tokoh seni lukis yang terkenal pada masa ini adalah Abdullah Suriosubroto, Wakidi dan lain-lain.
Seni lukis modern di Indonesia memang dipengaruhi oleh perkembangan seni lukis di Eropa, namun meskipun demikian, tidak serta merta seni lukis yang ada di Indonesia sama halnya dengan seni lukis yang berkembang di Eropa. Jim Supangkat dalam Sem. C. Bangun (2000: 4) menjelaskan bahwa: ”Bila dikaji, seni lukis kita memiliki konteks nasional dan internasional sekaligus. Perkembangan seni rupa yang kita kenal sekarang ini di satu sisi adalah adaptasi seni rupa modern (yang mempunyai bingkai barat) dan di sisi lain hasil perkembangan yang dipengaruhi kondisi lokal”. Pernyataan tentang ”seni lukis Indonesia” ini terlihat secara gencar didengungkan pada dekade 30-an, oleh para seniman yang tergabung dalam Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) yang dipelopori oleh S. Sudjodjono dan Agus Djaja yang menyatakan bahwa seni lukis Indonesia adalah seni lukis yang melukiskan kondisi bangsa Indonesia secara realistis. Pada waktu itu bangsa Indonesia tengah berjuang melawan penjajahan Belanda, sehingga tema-tema yang muncul dalam lukisan-lukisan pada masa PERSAGI ini umumnya tentang perjuangan dan penderitaan akibat penjajahan.
Pertumbuhan seni lukis modern Indonesia mulai terasa perkembangannya setelah masa kemerdekaan. Pada masa ini, seni lukis mendapatkan peluang yang luas untuk hal ini. Pameran-pameran besar seni lukis mulai digelar dengan dukungan penuh dari pemerintah, berbagai sudut istana negara banyak terpajang lukisan-lukisan, serta di kantor-kantor lembaga pemerintahanpun tak pernah luput dari pemajangan lukisan.
Puncak kejayaan atau masa ”keemasan” seni lukis Indonesia menurut banyak kalangan kesenirupaan Indonesia terjadi menjelang tahun 1990, yang sangat populer dengan sebutan ”Boom Seni Lukis Indonesia”. Istilah boom menurut A. S. Hornby dan Parnwel dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia (1993: 39) adalah: ”Perkembangan pesat dalam perdagangan secara tiba-tiba”. Pada masa ini terjadi peningkatan pesat dalam hal jumlah lukisan, semakin banyaknya seniman yang menjadi pelukis, peningkatan frekuensi dan jumlah pameran, pertumbuhan galeri-galeri komersial serta semakin banyaknya orang menjadi kolektor lukisan. Terjadinya boom ini memberikan pengaruh yang cukup kuat pada perkembangan seni lukis Indonesia selanjutnya. Hingga kini, seni lukis merupakan jenis seni yang paling mendapatkan tempat di masyarakat (Indonesia), terbukti dari berbagai event pameran seni rupa ataupun penyelenggaraaan kompetisi seni rupa yang bertaraf nasional umumnya, karya lukis masih menjadi karya yang paling banyak diikutsertakan, meskipun dewasa ini seni rupa di Indonesia semakin beragam dengan berkembangnya berbagai macam seni media baru (kontemporer), misalnya performance art, seni instalasi, video art dan lain-lain.
Perjalanan seni lukis telah melalui berbagai warna dalam pertumbuhannya, sejak masa paling awal, yaitu masa prasejarah, hingga seni rupa modern saat ini. Seni rupa modern dimulai sekitar abad XIX, yaitu pada saat mulai berakhirnya masa Renaissance di Eropa, khususnya Eropa barat dan kemudian meluas ke Amerika. Pada awal perkembangannya, seni lukis modern diwarnai berbagai gejolak yang cukup dahsyat, dengan munculnya berbagai pandangan yang berbeda-beda mengenai seni rupa di antara para seniman, yang kemudian menyebabkan lahirnya faham-faham atau aliran-aliran. Supardi Hadiatmodjo (1990: 147) menjelaskan bahwa:
Pada abad XIX tumbuh bermacam-macam aliran, yang munculnya tidak bersamaan, bersimpangsiur, bertentangan satu sama lain. Lebih-lebih pada waktu itu keadaan sosial ekonomi dipengaruhi oleh kemajuan teknik (Revolusi Industri di Inggris) dan Revolusi Perancis tanggal 14 Juli 1789. Akibat adanya kedua revolusi berpengaruh dan menjadi tantangan bagi perkembangan kesenirupaan.
Perkembangan seni lukis modern dari Eropa tersebut semakin meluas hingga ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Berbagai sumber kepustakaan tentang seni rupa di Indonesia umumnya menyatakan bahwa kelahiran seni lukis modern di Indonesia pertama kali dipelopori oleh Raden Saleh Syarif Bustaman. Raden saleh adalah orang Indonesia yang pertama kali belajar tentang seni lukis modern ke Eropa, khususnya pada seniman zaman Renaissance. Sejak kepergian Raden Saleh belajar seni lukis ke luar negeri inilah, seni lukis modern di Indonesia dinyatakan dimulai, sehingga pada masa ini disebut sebagai masa perintisan. Masa perintisan ini kemudian berlanjut ke suatu masa yang di sebut sebagai Mooi Indie. Pada masa ini, tema-tema lukisannya adalah tentang alam, yang meng-ekspose tentang keindahan panorama alam Indonesia. Kebanyakan lukisan-lukisan yang dibuat adalah untuk memenuhi pesanan pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu. Tokoh-tokoh seni lukis yang terkenal pada masa ini adalah Abdullah Suriosubroto, Wakidi dan lain-lain.
Seni lukis modern di Indonesia memang dipengaruhi oleh perkembangan seni lukis di Eropa, namun meskipun demikian, tidak serta merta seni lukis yang ada di Indonesia sama halnya dengan seni lukis yang berkembang di Eropa. Jim Supangkat dalam Sem. C. Bangun (2000: 4) menjelaskan bahwa: ”Bila dikaji, seni lukis kita memiliki konteks nasional dan internasional sekaligus. Perkembangan seni rupa yang kita kenal sekarang ini di satu sisi adalah adaptasi seni rupa modern (yang mempunyai bingkai barat) dan di sisi lain hasil perkembangan yang dipengaruhi kondisi lokal”. Pernyataan tentang ”seni lukis Indonesia” ini terlihat secara gencar didengungkan pada dekade 30-an, oleh para seniman yang tergabung dalam Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) yang dipelopori oleh S. Sudjodjono dan Agus Djaja yang menyatakan bahwa seni lukis Indonesia adalah seni lukis yang melukiskan kondisi bangsa Indonesia secara realistis. Pada waktu itu bangsa Indonesia tengah berjuang melawan penjajahan Belanda, sehingga tema-tema yang muncul dalam lukisan-lukisan pada masa PERSAGI ini umumnya tentang perjuangan dan penderitaan akibat penjajahan.
Pertumbuhan seni lukis modern Indonesia mulai terasa perkembangannya setelah masa kemerdekaan. Pada masa ini, seni lukis mendapatkan peluang yang luas untuk hal ini. Pameran-pameran besar seni lukis mulai digelar dengan dukungan penuh dari pemerintah, berbagai sudut istana negara banyak terpajang lukisan-lukisan, serta di kantor-kantor lembaga pemerintahanpun tak pernah luput dari pemajangan lukisan.
Puncak kejayaan atau masa ”keemasan” seni lukis Indonesia menurut banyak kalangan kesenirupaan Indonesia terjadi menjelang tahun 1990, yang sangat populer dengan sebutan ”Boom Seni Lukis Indonesia”. Istilah boom menurut A. S. Hornby dan Parnwel dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia (1993: 39) adalah: ”Perkembangan pesat dalam perdagangan secara tiba-tiba”. Pada masa ini terjadi peningkatan pesat dalam hal jumlah lukisan, semakin banyaknya seniman yang menjadi pelukis, peningkatan frekuensi dan jumlah pameran, pertumbuhan galeri-galeri komersial serta semakin banyaknya orang menjadi kolektor lukisan. Terjadinya boom ini memberikan pengaruh yang cukup kuat pada perkembangan seni lukis Indonesia selanjutnya. Hingga kini, seni lukis merupakan jenis seni yang paling mendapatkan tempat di masyarakat (Indonesia), terbukti dari berbagai event pameran seni rupa ataupun penyelenggaraaan kompetisi seni rupa yang bertaraf nasional umumnya, karya lukis masih menjadi karya yang paling banyak diikutsertakan, meskipun dewasa ini seni rupa di Indonesia semakin beragam dengan berkembangnya berbagai macam seni media baru (kontemporer), misalnya performance art, seni instalasi, video art dan lain-lain.
Seni Rupa.
Salah satu cabang dari seni adalah seni rupa yang memiliki peranan yang cukup penting didalam kehidupan manusia. Seni rupa merupakan salah satu bentuk dari seni yang mengacu pada bentuk visual atau sering disebut bentuk perupaan, yang merupakan susunan atau komposisi atau satu kesatuan dari unsur-unsur rupa, yang mewarnai budaya manusia. Ia memiliki misi tersendiri, seperti juga dengan bidang kesenian lainnya. Secara umum seni rupa menciptakan lingkungan rupa yang lebih baik bagi manusia.
Istilah “seni rupa” bila diterjemahkan ke dalam bahasa inggris akan didapat pengertian “visual art” (rupa dekat dengan pengertian visual). Namun bila definisi “seni rupa” dalam kamus umum bahasa Indonesia (sampai terbitannya yang terakhir) dikaji, pengertian yang didapat ternyata tidak bersangkut paut dengan pengertian visual art. Definisi “seni rupa” dalam kamus umum bahasa Indonesia bila diterjemahkan kedalam bahasa inggris tidak lain adalah “fine art” (Jim Supangkat, 2001: 7). Dengan adanya perbedaan pengertian seni rupa tersebut maka akan menimbulkan berbagai ragam pemahaman.
Menurut Soedarso (1990) bahwasanya seni rupa merupakan cabang seni yang mengekspresikan pengalaman artistic manusia lewat obyek dua dan tiga dimensional yang memakan tempat dan waktu. (h. 9).
Pada dasarnya semua itu diarahkan untuk menata lingkungan hidup dan batin manusia, ia dihadirkan dalam satu kawasan yang menyangkut kebutuhan. Dari sana kita selanjutnya dapat melihat sekian banyak jenis dan bentuk seni rupa ini. Semua itu hadir dalam lingkungan hidup kita. Diantaranya tidak sedikit bahwa produk tersebut merupakan benda konsumtif sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Ia diciptakan bahkan direproduksi sedemikian rupa sebagai satu usaha di dalam pemenuhan akan benda pakai. Jenis produk seni rupa demikian kita kenal sebagai produk dari seni rupa terapan yang cenderung bersifat daya guna. Baik seni rupa terapan (applied art) maupun seni murni (pure art) yang kita jumpai dalam kesenirupaan ini, tentu saja tidak bersifat statis. Kehidupan seni jenis ini boleh kita katakan bergerak dalam jalur peradaban manusia. Ia terbawa dengan tata kehidupan serta terangkai dengan kegiatan lain.
Secara khusus seni rupa cenderung menyampaikan benda-benda yang kasad mata, benda-benda yang diciptakan untuk kepentingan tertentu, sebagai usaha untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Dari sisi lain, produk seni rupa inipun tidak kurang yang menampilkan faktor ekspresi dalam bentuk rupa. Ia merupakan refleksi dari si pembuat tentang apa-apa yang mengalir dalam dirinya dan dicetuskan dalam bentuk karya. Bentuk seperti ini bisa berbentuk lukisan, patung, tata ruang, benda-benda cetak atau bentuk fisik lainnya. Ini semua merupakan cetusan dari pengalaman manusia tentang visual, tentang apa-apa yang nampak
Masa kini domonasi seniman sangatlah menarik, mulai dari hal-hal yang bersifat langka sampai pada kaitannya dalam menggunakan medium. Bahkan tentang ekspresi psychologis. Semua itu hadir dari realita, dimana potensi lingkungan dan pengalaman visual banyak berbicara dalam dirinya kepada konsep-konsep tertentu.
Salah satu cabang dari seni adalah seni rupa yang memiliki peranan yang cukup penting didalam kehidupan manusia. Seni rupa merupakan salah satu bentuk dari seni yang mengacu pada bentuk visual atau sering disebut bentuk perupaan, yang merupakan susunan atau komposisi atau satu kesatuan dari unsur-unsur rupa, yang mewarnai budaya manusia. Ia memiliki misi tersendiri, seperti juga dengan bidang kesenian lainnya. Secara umum seni rupa menciptakan lingkungan rupa yang lebih baik bagi manusia.
Istilah “seni rupa” bila diterjemahkan ke dalam bahasa inggris akan didapat pengertian “visual art” (rupa dekat dengan pengertian visual). Namun bila definisi “seni rupa” dalam kamus umum bahasa Indonesia (sampai terbitannya yang terakhir) dikaji, pengertian yang didapat ternyata tidak bersangkut paut dengan pengertian visual art. Definisi “seni rupa” dalam kamus umum bahasa Indonesia bila diterjemahkan kedalam bahasa inggris tidak lain adalah “fine art” (Jim Supangkat, 2001: 7). Dengan adanya perbedaan pengertian seni rupa tersebut maka akan menimbulkan berbagai ragam pemahaman.
Menurut Soedarso (1990) bahwasanya seni rupa merupakan cabang seni yang mengekspresikan pengalaman artistic manusia lewat obyek dua dan tiga dimensional yang memakan tempat dan waktu. (h. 9).
Pada dasarnya semua itu diarahkan untuk menata lingkungan hidup dan batin manusia, ia dihadirkan dalam satu kawasan yang menyangkut kebutuhan. Dari sana kita selanjutnya dapat melihat sekian banyak jenis dan bentuk seni rupa ini. Semua itu hadir dalam lingkungan hidup kita. Diantaranya tidak sedikit bahwa produk tersebut merupakan benda konsumtif sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Ia diciptakan bahkan direproduksi sedemikian rupa sebagai satu usaha di dalam pemenuhan akan benda pakai. Jenis produk seni rupa demikian kita kenal sebagai produk dari seni rupa terapan yang cenderung bersifat daya guna. Baik seni rupa terapan (applied art) maupun seni murni (pure art) yang kita jumpai dalam kesenirupaan ini, tentu saja tidak bersifat statis. Kehidupan seni jenis ini boleh kita katakan bergerak dalam jalur peradaban manusia. Ia terbawa dengan tata kehidupan serta terangkai dengan kegiatan lain.
Secara khusus seni rupa cenderung menyampaikan benda-benda yang kasad mata, benda-benda yang diciptakan untuk kepentingan tertentu, sebagai usaha untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Dari sisi lain, produk seni rupa inipun tidak kurang yang menampilkan faktor ekspresi dalam bentuk rupa. Ia merupakan refleksi dari si pembuat tentang apa-apa yang mengalir dalam dirinya dan dicetuskan dalam bentuk karya. Bentuk seperti ini bisa berbentuk lukisan, patung, tata ruang, benda-benda cetak atau bentuk fisik lainnya. Ini semua merupakan cetusan dari pengalaman manusia tentang visual, tentang apa-apa yang nampak
Masa kini domonasi seniman sangatlah menarik, mulai dari hal-hal yang bersifat langka sampai pada kaitannya dalam menggunakan medium. Bahkan tentang ekspresi psychologis. Semua itu hadir dari realita, dimana potensi lingkungan dan pengalaman visual banyak berbicara dalam dirinya kepada konsep-konsep tertentu.
Aliran dalam Seni Lukis
Dalam seni lukis terdapat beraneka macam Aliran-aliran, yang merupakan satu bentuk yang memiliki karakteristik tersendiri muncul ada yang selaras saling meneruskan, atau menentang aliran sebelumnya. Menurut Rasjoyo (1994), mengatakan:
Perhatian manusia cenderung pada hal-hal yang bersifat material, sehingga dunia ini seakan akan menyisihkan seni rupa. Hal ini menyebabkan seniman-seniman berontak. Pemberontakan seniman tersebut termanifestasikan dalam bentuk-buntuk kreatifitas, terutama kreatifitas seni, sehingga lahirlah aliran-aliran dalam seni rupa. (h. 47).
Dibandingkan dengan gaya yang berurusan dengan bentuk luar karya seni, aliran memiliki sifat yang lebih dalam. Menurut Soedarso (1990), menyiratkan bahwa: “gaya, langgam, atau style berurusan dengan bentuk luar (fisik) karya seni, sedang aliran lebih dalam sifatnya (idiologis), seperti dekoratif adalah gaya, sedang Ekspresionisme adalah aliran”.(h. 70).
Dari pernyataan diatas yang menjelaskan tentang aliran, berikut adalah berbagai aliran-aliran dalam seni lukis antara lain:
a. Aliran Klasikisme
Aliran ini berkembang pada abad 19 di Perancis. Ciri-ciri seni klasikisme antara lain : (1) dibuat-buat dan berlebihan; (2) indah dan molek; (3) dekoratif. Aliran klasikisme mengacu pada kebudayaan Yunani Klasik dan Romawi Klasik. (Rasjoyo, 1994: 47).
b. Aliran Neo-Klasikisme
Sebagai kelanjutan dari aliran Klasikisme, aliran ini memiliki ciri-ciri antara lain: (1) terikat pada norma-norma intelektual akademis; (2) bentuk selalu seimbang dan harmonis; (3) batasan-batasan warna bersifat bersih dan statis; (4) raut muka tenang dan berkesan agung; (5) berisi cerita lingkungan istana; (6) cenderung dilebih-lebihkan. (Rasjoyo, 1994: 47).
c. Aliran Ekspresionisme
Aliran ini berusaha untuk melukiskan aktualitas yang sudah didistorsikan. Yaitu kesedihan, kekerasan ataupun tekanan batin yang berat, jadi baik bentuk maupun warnanya diubah sedemikian rupa sehingga menunjang pelukisan seperti itu. Worringer mengatakan bahwa pada karya-karya ekspresionisme umumnya terdapat tendensi kearah seperti individualisasi dan fragmentasi; pada pribadi-pribadi tidak ditumbuhkan nilai-nilai sosialnya melainkan justru dikembangkan kesadarannya akan isolasi dan keterpisahannya. (Soedarso, 1990: 7 1)
d. Aliran Romantisme
Aliran romantisme ditandai oleh kontras cahaya yang tegas, kaya dengan warna dan komposisi yang hidup. Aliran romantisme senantiasa memilih kejadian-kejadian dasyat sebagai tema, penuh khayal dan perasaan, petualangan, atau tentang kejadian-kejadian masa kuno atau tentang negeri-negeri Timur yang fantastis.
Aliran ini lebih menekankan pada bagian emosional dari tingkah laku dan sifat manusia daripada sifat yang rasional, lebih mengutamakan kepercayaan dan intuisi, bukan kecerdasan. (Djauhar Arifin, 1985: 125).
e. Aliran Naturalisme
Aliran yang berusaha melukiskan segala sesuatu sesuai dengan nature atau alam nyata, artinya disesuaikan dengan tangkapan mata kita untuk memberikan kesan mirip dan cenderung untuk mengidealisasikan alam, diperbaiki, disempurnakan. (Dharsono, 1989: 28).
f. Aliran realisme
Aliran realisme adalah aliran kenyataan (Real: Nyata) yang melukiskan kenyataan sehari-hari tanpa memberi suasana diluar kenyataan, tanpa menjiwai dengan perasaan romantis. Aliran realisme ini cenderung mengangkat tema-tema seperti kenyataan dari kepahitan hidup, penderitaan pekerja kasar, kesibukan-kesibukan kota dan pelabuhan.(Djauhar Arifin, 1985: 131).
g. Aliran Surrialisme
Aliran ini muncul pada masa perang dunia I, dimana seorang Futuris Italia Carlo Carra (1881-1966) bertemu dengan Georgio de Chirilo (1888-1978) yang menyatakan telah menemukan jenis seni baru yang lain dari aliran-aliran dalam seni modern yang sudah ada, ialah seni lukis yang mendasarkan eksistensinya pada metafisika. Ia menyatakan bahwa segala sesuatu itu memiliki dua aspek, ialah aspek yang biasa, sebagaimana kita lihat sehari-hari (dan bisa ditangkap oleh semua orang) dan aspek yang metafisis yang hanya bisa ditangkap oleh orang-orang tertentu pada saat yang tertentu pula (transdental). ( Soedarso, 1990: 100)
h. Aliran Kubisme
Aliran Kubisme lahir pada tahun 1907 yang merupakan kelanjutan dari pandangan Cezanne tentang obyek ditambah dengan pengenalan atas patung-patung primitif dari Afrika dan Liberia oleh Tokoh-tokohnya, Yaitu Pablo Picasso (1881-1973) dan Georges Braque (1882-1963). ( Soedarso, 1990: 88)
i. Aliran Abstrak
Aliran abstrak adalah ciptaan-ciptaan yang terdiri dari susunan garis, bentuk dan warna yang sama sekali terbebas dari ilusi atas bentuk-bentuk alam. Tetapi secara umum, ialah seni dimana bentuk-bentuk alam itu tak lagi berfungsi sebagai obyek ataupun tema yang harus dibawakan, melainkan tinggal sekedar sebagai motif saja. ( Soedarso, 1990: 95)
j. Aliran Fauvisme
Aliran fauvisme yang berarti binatang liar, yang dulu dipakai oleh Louis Vauxcelles, seorang kritikus yang terkejut melihat keliaran dari segerombolan pelukis-pelukis muda yang berpameran di salon d` Automne, dan menyebut pameran itu sebagai Cage des Fauves, sangkar binatang-binatang liar. Istilah tersebut justru diangkat oleh gerombolan pelukis yang berpameran tadi menjadi nama resminya, yang sebelumnya mereka memakai nama kelompoknya dengan ‘Kelompok Salon d` Automne’. ( Soedarso, 1990: 71)
k. Aliran Dadaisme
Aliran Dadaisme muncul saat berkecamuknya perang dunia I, dibulan Februari 1916, dimana saat itu keadaan dalam rongrongan perang. Nama Dada begitu saja diambil dari sebuah kamus Jerman-Perancis yang kebetulan berarti ‘kuda mainan’. Sinisme dan ketiadaan ilusi adalah ciri khas Dada, yang diekspresikan dalam bentuk main-main, mistis ataupun sesuatu yang menimbulkan kejutan.
( Soedarso, 1990: 99).
l. Aliran Futurisme
Aliran Futurisme merupakan hasil seni yang harus memperlihatkan gerak. Serta menganggap gerak adalah yang utama dalam suatu karya seni.dalam hal ini yang dimaksud bukan gerak yang biasa melainkan gerak yang mengandung kecepatan. Oleh karena itulah maka hasil lukisan ini tampaknya kacau oleh gerak yang simpangsiur. Dalam pengambilan tema kaum Futurisme cenderung mengambil tema-tema seperti: pesta dansa, arak-arakan, kerusuhan dan sebagainya. Yaitu suasana kesibukan yang penuh dengan nuansa gerak. (Djauhar Arifin, 1985: 146).
m. Aliran Pop-Art
Aliran ini lahir pada tahun 1956, sebagai hasil pernyataan bahwa aliran ini bagian dari seni modern yang berlaku saat ini, dan tidak mengada-ada. Obyek yang ditampilkan adalah benda-benda yang sudah ada. Bentuk lukisan Pop-Art sering bersifat lucu, ironis, dan karikatual. (Rasjoyo, 1994: 56).
9. Seni Realisme.
Seni realisme merupakan salah satu aliran seni yang mewarnai perkembangan seni rupa baik dibelahan dunia barat maupun dunia timur. Aliran ini lahir sebagai protes terhadap aliran seni Romantisme yang melebih-lebihkan kenyataan. Aliran yang dicetuskan oleh Gustave courbert ini berdasarkan pada konsep, bahwa lukisan pada dasarnya seni yang konkrit, ada, dan terjadi dalam masyarakat.
Kata-kata realisme mula-mula berasal dari “real” dan “ism” (bhs. Inggris). Kata real berarti nyata, tidak khayal dan ism berarti suatu doktrin, teori atau yang memiliki karakter tersendiri (Webster’s 1985: 516).
Sebuah aliran muncul karena bertentangan dengan aliran sebelumnya. Hal ini berlaku pada aliran realisme yang muncul sebagai protes terhadap aliran romantisme yang melebih-lebihkan kenyataan. Aliran ini dicetuskan Gustave Coubert ini berdasar konsep, bahwa lukisan pada dasarnya seni yang kongkrit, ada, dan terjadi dalam masyarakat. Jadi, obyek kejadiannya tidak hanya dilingkungan istana saja. Oleh karena itu, aliran realisme sering menampilkan figur-figur rakyat biasa dalam karya lukisnya. (Rasjoyo, 1994: 48).
Aliran realisme bukan merupakan suatu corak tertentu, tetapi seperti juga aliran romantik, karena ini merupakan persoalan kejiwaan, persoalan visual tertentu, kehidupan dalam impian, melainkan para pelukis realisme menghendaki dengan penangkapan dan penghayatan dalam keadaan nyata secara realis. (Supardi Hadiatmodjo, 1990: 156).
Kaum realis memandang dunia ini tanpa ilusi. Mereka menggunakan penghayatannya untuk menemukan dunia. Mereka ingin untuk menciptakan hasil seni yang nyata menggambarkan apa-apa yang betul-betul riel dan ada.
Realisme merupakan penggambaran tentang apa yang disebut sebagai suatu kenyataan dari rasa yang timbul secara langsung dalam pengalaman kehidupan manusia dari waktu ke waktu dan tempat yang dimilikinya; penyampaian suatu rasa yang bersifat universal berkenaan dengan pencarian akan kebenaran-kebenaran yang tersembunyi dibalik perwujudan sementara itu masih memberikan rasa kekinian.
Menurut Djauhar Arifin (1985) menyatakan bahwa:
“Realisme adalah aliran kenyataan (Real: nyata) yang melukiskan kenyataan sehari-hari tanpa memberi suasana di luar kenyataan, tanpa menjiwai dengan perasaan romantis. Yang dikemukakan terutama kenyataan dari kepahitan hidup, penderitaan pekerja kasar, kesibukan-kesibukan kota dan pelabuhan”.( h. 131).
Pernyataan di atas menyimpulkan bahwa, kenyataan yang dimaksud adalah kenyataan dan kebenaran-kebenaran yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Realisme merupakan suatu wujud karya seni yang kita sebut realistis. Realistis memberikan pengertian tentang apa yang menjadi hakekat kenyataan dengan segala aspek-aspeknya, baik baik yang indah maupun yang tidak indah. Kata-kata realistis sendiri kadang-kadang dipergunakan seniman bukannya memilih subyek keindahan yang konvensional, namun justru ditujukan atau ditekankan pada kenyataan yang tidak indah di dunia. Ada seni realistis cenderung mengarah pada hal-hal yang bersifat apa adanya tanpa dicampuri angan-angan.
Aliran realisme cenderung melukiskan segala sesuatu apa adanya tanpa berusaha mengidealisasi alam, memperbaiki ataupun menyempurnakan. Bahkan cenderung kenyataan-kenyataan pahit (kemelaratan, kejorokan) dari sisi kehidupan, perbedaan kecenderungan inilah yang membedakan antara aliran realisme dengan aliran romantisme. Aliran realisme bukan merupakan suatu corak tertentu, tetapi seperti juga aliran romantik, karena ini merupakan persoalan kejiwaan, persoalan visual tertentu, kehidupan alam dan impian, melainkan para pelukis realisme menghendaki dengan penangkapan dan penghayatan dalam keadaan nyata secara realis.
Menurut Dharsono (1995) ada berbagai macam bentuk realisme yang dibedakan dari gaya dan kecenderungannya. Dalam aliran realisme ada realisme jendela, selektif, gelap terang, fokus dan tepi, tepi atau impressionisme, dinamis, dunia mimpi.( h. 83). Berikut adalah beberapa bentuk realisme antara lain:
a. Realisme Jendela
Realisme jendela merupakan knsep seni lukis orang jalanan. Ideanya, bahwa gambar merupakan representasi dari suatu obyek seni dengan pengamatan, dan nampak terbatasi oleh bingkai segi empat. Dalam hal ini kertas atau kanvas yang nampak oleh kita senantiasa seperti jendela, dimana kita dapat melihat pohon, rumah, orang, baik laki-laki maupun, wanita maupun anak-anak, yang masing-masing dapat dilukiskan oleh pelukis yang kompeten. (Dharsono, 1995: 83).
b. Realisme Selektif
Seniman realisme selektif melihat obyek cenderung bersifat kekanak-kanakan. Menurut mereka, tak ada seorangpun yang dapat melukiskan setiap obyek yang ada dihadapannya. Dengan demikian bila kita ingin melukiskan apa yang kita lihat, kita harus melukiskan apa yang hadir dalam perhatian kita dan kemudian membuang yang lain. (Dharsono, 1995: 84).
c. Realisme Gelap Terang
Realisme gelap terang menunjukkan adanya pengamatan obyek yang sangat teliti dan detail. Hasilnya diperoleh dari penerobosan pencahayaan yang membantu setiap bagian gambar secara konsisten. Realisme ini secara langsung menciptakan unity, tanpa hubungan yang menguntungkan antara pengambilan obyek dengan kesatuan estetika. (Dharsono, 1995: 85).
d. Realisme Fokus
Realisme fokus mempelajari warna dan cahaya setiap obyek dihadapannya dengan penuh perhatian. Karya lukis ini memfokuskan pada keadaan yang paling diinginkan. Oleh karena itu hanya obyek yang dianggap penting yang digarap secara detail. Sedangkan obyek pendukung lain digarap secara mengabur tanpa detail yang sempurna. (Dharsono, 1995: 86).
e. Realisme Tepi atau Impresionisme
Realisme ini pada hakekatnya merupakan suatu lukisan tapi tanpa fokus. Artinya lukisan yang dibuat sengaja dihadirkan tanpa adanya fokus. Seniman realisme tepi atau sering disebut impresionisme ini melukiskan cahaya yang dipantulkan kemata. Kabur tanpa fokus atau hanya merupakan kesan suatu obyek pada saat itu. Cahaya yang dipantulkan selalu berubah-ubah sesuai dengan gerakan gambar cahaya. (Dharsono, 1995: 87).
f. Realisme Dinamis atau Post Impresionisme
Myers (1959: 210) Menyatakan bahwa Impresionisme ini lahir pada abad XVII, membawa reaksi tajam, reaksi tersebut datang dari seorang tokoh impresionisme fanatik : Paul Cezanne (1839-1906) ia berpendapat bahwa, pelukis berpikir menggunakan warna. Tugas pelukis adalah memproduksi, hal yang berdimensi tiga kedalam suatu bidang datar (kanvas), ruang dan isi tidak bisa dipisahkan, ia tidak sekedar meniru alam (memesis) melainkan alam ini ingin diciptakan kembali untuk memeperoleh bentuk-bentuk yang kuat. (Dharsono, 1995: 89).
g. Realisme Dunia Mimpi
Aliran realisme ini harapan suram dimasa lampau, tapai masa sekarang ini berlaku sebagai pelukisan penuh, pada disiplin ilmu Psikologi masa lalu mimpi dianggap tidak real, tetapi pada masa sekarang mimpi diakui sebagai bagian dari alam. Representasi dari dunia mimpi diakui sebagai representasi surealistik dari sebuah pemandangan. (Dharsono, 1995: 90).
10. Sejarah Realisme
Sebelum aliran realisme muncul seni lukis bergaya romantik tengah berkembang didaratan Eropa. Pada masa akhir perkembangannya aliran mendapatkan panggilan dari aliran baru yang menghendaki kenyataan. Setelah aliran romantik tersisihkan, para pelukis yang beraliran realisme mulai bermunculan. Seperti yang dikemukakan Supardi Hadiatmodjo (1990) yaitu: “Mereka berpandangan bahwa dunia tanpa ilusi, menggunakan penghayatan untuk menemukan dunia. Pada umumnya mereka ingin menciptakan karya seni nyata dan betul-betul riil dan ada”. (h. 165). Salah satu pelukis yang menonjol saat itu adalah Gustave Coubet (1918-1977). Ia pernah mengatakan “Show me an angel and I will paint one”. Para pelukis realisme menghendaki penangkapan dan penghayatan dalam keadaan nyata secara realis.
Pada pertengahan abad XIX, aliran realisme sosial muncul dengan penggambaran yang realistik dari ketidakindahan, kesengsaraan, kemiskinan dalam menunjang teori politik untuk mengabaikan sosial yang membangkitkan kata hati manusia, untuk mengendalikan perasaan gusar atau belas kasihan dan seterusnya.
Dalam seni lukis ketika keberadaan nilai-nilai relisme menjadi sebuah aliran baru maka objek-objek yang ditampilkan menjadi lain dari aliran sebelumnya yang dalam kehidupan sehari-hari jarang terjadi ditampilkan maka aliran realisme menyuguhkan keindahan apa adanya.
11. Konsep dalam Seni Lukis
Konsep kaitannya dengan seni lukis merupakan landasan untuk mengawali terungkapnya jiwa yang dimiliki oleh serang seniman dalam hal penciptaan karya. Konsep merupakan realisasi dari gagasan atau ide, yang ada didalam jiwa seniman untuk suatu kepentingan yang bersifat pribadi maupun sosial dalam rangkaian komunikasi, yang terlihat dalam suatu karya seni yang diciptakannya.
Dalam kamus Bahasa Indonesia Purwadarminta (1976) mengatakan bahwa: “Konsep adalah rancangan” (h. 520). Dengan demikian rancangan adalah landasan awal untuk mencapai suatu tujuan. Hampir dapat dipastikan lahirnya suatu karya akan disertai dengan suatu landasan tertentu, walaupun terkadang konsep yang berguna sebagai landasan dalam proses penciptaan karya tersebut sulit dimengerti oleh orang lain.
Konsep merupakan bentuk pemikiran yang terselubung dalam diri seniman itu sendiri, yang sifatnya sangat pribadi dan sulit untuk dapat terwujud dalam bentuk yang konkrit untuk bisa dimengerti dalam suatu lukisan. Sehingga terkadang perlu adanya tempat tertentu baik secara lisan maupun tertulis untuk mengetahuinya. Untuk mempermudah dalam mengkomunikasikan gagasan inilah, maka perlu adanya suatu konsep dalam suatu lukisan, sehingga akan mempermudah orang lain dalam memahami makna yang ada dalam karya tersebut.
12. Medium dalam Lukisan
Media merupakan sesuatu yang merupakan bahan-bahan yang digunakan dalam proses berkarya seni lukis, atau media yang merupakan sesuatu bahan baku adalah persyaratan yang digunakan untuk dijadikan ujud hasil karya atau dijadikan sebagai tempat ataupun bidang untuk melahirkan karya.
Arti kata material didalam Kamus Bahasa Indonesia diterangkan sebagi berikut: “1. Material adalah bakal, barang yang akan dijadikan atau untuk membuat barang lain. 2. Hal atau barang yang akan dibicarakan (diajarkan dan sebagainya)”. (Poerwadarminta, 1976: 639).
Berdasarkan pendapat di atas dapatlah disimpulkan pengertian material, yaitu suatu unsur fisik yang digunakan sebagai media dalam menciptakan karya seni. Dalam hal ini khususnya seni lukis, material tersebut diantaranya cat minyak, cat air, pastel, konte dan bahan-bahan lainnya. Di dalam menciptakan karya seni antara bahan, alat, tehnik serta ide saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Sedangkan sifat dari bahan-bahan akan menentukan tehnik dalam penciptaan karya seni. Sedangkan alat sebagai sarana untuk mengolah material, pemilihan material serta alat dan teknik pengerjaannya disesuaikan dengan ide senimannya.
Penggunaan material sebagai cara dari seseorang dalam melahirkan teknik yang bersifat individu. Tiap-tiap material mempunyai keterbatasan. Dalam hal ini maka seniman lebih sering menentukan sikapnya untuk dapat memilih dan memanfaatkan material-material tersebut. Jelaslah bahwa dalam hal ini material merupakan sesuatu yang konkrit, sesuatu karya tanpa ditunjang dengan penggunaan media maka karya itu tidak akan berwujud.
Liang Gie ( 1996) mempertegas dengan menyatakan bahwa: “Medium adalah mutlak, karena tanpa material apa yang akan dijadikan karya seni”. (h. 89). Hal ini berlainan sekali dengan pokok soal (subyek) atau sasaran (obyek) atau dalil (tema). Kenyataan ini kemudian dirumuskan menjadi ajaran kemurnian tentang medium oleh filsuf seni Jerman Gotthold Lesing (1729-1781) dengan sebutan Materialgerechtigkeit yang artinya “Doing justice to the nature of the material”(berbuat adil terhadap sifat dasar dari bahan).
13. Obyek dalam Seni Lukis
Berdasarkan obyek ada dua jenis karya seni Yaitu: seni non obyektif dan seni obyektif.
a. Seni non obyektif
Merupakan jenis karya seni dimana seniman didalam mencipta tidak memakai obyek alam, tetapi memakai segala imajinasinya.
Dalam jenis karya seni ini seniman dituntut kemampuan daya pikir/ imajinasinya yang bersumber dari pengalaman yang mereka peroleh, sejauhmana keterlibatan alam pikirnya mampu memberikan atau menciptakan suatu karya seni.
b. Seni obyektif
Merupakan jenis karya seni dimana proses penciptaannya memakai obyek alam. Biasanya karya obyektif ini juga disebut sebagai karya non representatif. Pada karya seni ini seniman tidak begitu mengandalkan daya imajinasinya, tetapi seniman justru dituntut bagaimana dengan keberadaan obyek yang begitu banyak yang ada dihadapannya itu seniman mampu menangkap suatu kenyataan tersendiri, dalam arti seniman harus lebih jeli dalam pengambilan suatu obyek atau tema yang akan mereka pergunakan sebagai landasan dalam pembuatan karya seni. Sehingga akan memberikan suatu hasil karya seni yang benar-benar obyektif.
Berdasarkan obyek tersebut, kedua jenis karya seni ini merupakan suatu perwujudan pengalaman jiwa seniman yang paling dalam. Dengan segala imajinasinya serta intuisi seniman terlibat dalam proses kreatif yang sangat didukung oleh kemampuan pribadi (seperti pengalaman) dan juga teknik seseorang yang menyertainya. Beberapa faktor ini paling tidak sangat mempengaruhi kehidupan dunia seni rupa, karena keterlibatan “pribadi” yang hakiki memberi arti yang lebih luas dari gaya dan corak yang ada.
Menurut Dharsono (1989), “Dalam proses kreatif seorang seniman selalu menggunakan obyek sebagai landasaan penciptaannya, sebagai kebutuhan pokok yang oleh sebab ketidakberadaannya tidak akan melahirkan apa-apa”. (h. 8). Jadi obyek disini merupakan sarana pokok yang diperlukan oleh seniman pencipta. Obyek ini dapat berwujud alam nyata (yang ada dihadapannya), dan obyek yang ada didalam imajinasinya.
Dalam hal ini seniman pencipta sangat dituntut kemampuannya, bagaimana dia menciptakan suatu karya yang mampu mewakili dari perasaan/ pribadi seniman itu sendiri. baik itu yang bersumber dari obyek alam nyata maupun obyek yang ada dalam imajinasinya, sehingga kesan yang ditimbulkan akan memberikan suatu kriteria atau pesan tertentu terhadap karya yang dihasilkan. Sehingga akan nampak perbedaan yang dihasilnya antara seni non obyektif dan seni obyektif.
Dalam seni lukis terdapat beraneka macam Aliran-aliran, yang merupakan satu bentuk yang memiliki karakteristik tersendiri muncul ada yang selaras saling meneruskan, atau menentang aliran sebelumnya. Menurut Rasjoyo (1994), mengatakan:
Perhatian manusia cenderung pada hal-hal yang bersifat material, sehingga dunia ini seakan akan menyisihkan seni rupa. Hal ini menyebabkan seniman-seniman berontak. Pemberontakan seniman tersebut termanifestasikan dalam bentuk-buntuk kreatifitas, terutama kreatifitas seni, sehingga lahirlah aliran-aliran dalam seni rupa. (h. 47).
Dibandingkan dengan gaya yang berurusan dengan bentuk luar karya seni, aliran memiliki sifat yang lebih dalam. Menurut Soedarso (1990), menyiratkan bahwa: “gaya, langgam, atau style berurusan dengan bentuk luar (fisik) karya seni, sedang aliran lebih dalam sifatnya (idiologis), seperti dekoratif adalah gaya, sedang Ekspresionisme adalah aliran”.(h. 70).
Dari pernyataan diatas yang menjelaskan tentang aliran, berikut adalah berbagai aliran-aliran dalam seni lukis antara lain:
a. Aliran Klasikisme
Aliran ini berkembang pada abad 19 di Perancis. Ciri-ciri seni klasikisme antara lain : (1) dibuat-buat dan berlebihan; (2) indah dan molek; (3) dekoratif. Aliran klasikisme mengacu pada kebudayaan Yunani Klasik dan Romawi Klasik. (Rasjoyo, 1994: 47).
b. Aliran Neo-Klasikisme
Sebagai kelanjutan dari aliran Klasikisme, aliran ini memiliki ciri-ciri antara lain: (1) terikat pada norma-norma intelektual akademis; (2) bentuk selalu seimbang dan harmonis; (3) batasan-batasan warna bersifat bersih dan statis; (4) raut muka tenang dan berkesan agung; (5) berisi cerita lingkungan istana; (6) cenderung dilebih-lebihkan. (Rasjoyo, 1994: 47).
c. Aliran Ekspresionisme
Aliran ini berusaha untuk melukiskan aktualitas yang sudah didistorsikan. Yaitu kesedihan, kekerasan ataupun tekanan batin yang berat, jadi baik bentuk maupun warnanya diubah sedemikian rupa sehingga menunjang pelukisan seperti itu. Worringer mengatakan bahwa pada karya-karya ekspresionisme umumnya terdapat tendensi kearah seperti individualisasi dan fragmentasi; pada pribadi-pribadi tidak ditumbuhkan nilai-nilai sosialnya melainkan justru dikembangkan kesadarannya akan isolasi dan keterpisahannya. (Soedarso, 1990: 7 1)
d. Aliran Romantisme
Aliran romantisme ditandai oleh kontras cahaya yang tegas, kaya dengan warna dan komposisi yang hidup. Aliran romantisme senantiasa memilih kejadian-kejadian dasyat sebagai tema, penuh khayal dan perasaan, petualangan, atau tentang kejadian-kejadian masa kuno atau tentang negeri-negeri Timur yang fantastis.
Aliran ini lebih menekankan pada bagian emosional dari tingkah laku dan sifat manusia daripada sifat yang rasional, lebih mengutamakan kepercayaan dan intuisi, bukan kecerdasan. (Djauhar Arifin, 1985: 125).
e. Aliran Naturalisme
Aliran yang berusaha melukiskan segala sesuatu sesuai dengan nature atau alam nyata, artinya disesuaikan dengan tangkapan mata kita untuk memberikan kesan mirip dan cenderung untuk mengidealisasikan alam, diperbaiki, disempurnakan. (Dharsono, 1989: 28).
f. Aliran realisme
Aliran realisme adalah aliran kenyataan (Real: Nyata) yang melukiskan kenyataan sehari-hari tanpa memberi suasana diluar kenyataan, tanpa menjiwai dengan perasaan romantis. Aliran realisme ini cenderung mengangkat tema-tema seperti kenyataan dari kepahitan hidup, penderitaan pekerja kasar, kesibukan-kesibukan kota dan pelabuhan.(Djauhar Arifin, 1985: 131).
g. Aliran Surrialisme
Aliran ini muncul pada masa perang dunia I, dimana seorang Futuris Italia Carlo Carra (1881-1966) bertemu dengan Georgio de Chirilo (1888-1978) yang menyatakan telah menemukan jenis seni baru yang lain dari aliran-aliran dalam seni modern yang sudah ada, ialah seni lukis yang mendasarkan eksistensinya pada metafisika. Ia menyatakan bahwa segala sesuatu itu memiliki dua aspek, ialah aspek yang biasa, sebagaimana kita lihat sehari-hari (dan bisa ditangkap oleh semua orang) dan aspek yang metafisis yang hanya bisa ditangkap oleh orang-orang tertentu pada saat yang tertentu pula (transdental). ( Soedarso, 1990: 100)
h. Aliran Kubisme
Aliran Kubisme lahir pada tahun 1907 yang merupakan kelanjutan dari pandangan Cezanne tentang obyek ditambah dengan pengenalan atas patung-patung primitif dari Afrika dan Liberia oleh Tokoh-tokohnya, Yaitu Pablo Picasso (1881-1973) dan Georges Braque (1882-1963). ( Soedarso, 1990: 88)
i. Aliran Abstrak
Aliran abstrak adalah ciptaan-ciptaan yang terdiri dari susunan garis, bentuk dan warna yang sama sekali terbebas dari ilusi atas bentuk-bentuk alam. Tetapi secara umum, ialah seni dimana bentuk-bentuk alam itu tak lagi berfungsi sebagai obyek ataupun tema yang harus dibawakan, melainkan tinggal sekedar sebagai motif saja. ( Soedarso, 1990: 95)
j. Aliran Fauvisme
Aliran fauvisme yang berarti binatang liar, yang dulu dipakai oleh Louis Vauxcelles, seorang kritikus yang terkejut melihat keliaran dari segerombolan pelukis-pelukis muda yang berpameran di salon d` Automne, dan menyebut pameran itu sebagai Cage des Fauves, sangkar binatang-binatang liar. Istilah tersebut justru diangkat oleh gerombolan pelukis yang berpameran tadi menjadi nama resminya, yang sebelumnya mereka memakai nama kelompoknya dengan ‘Kelompok Salon d` Automne’. ( Soedarso, 1990: 71)
k. Aliran Dadaisme
Aliran Dadaisme muncul saat berkecamuknya perang dunia I, dibulan Februari 1916, dimana saat itu keadaan dalam rongrongan perang. Nama Dada begitu saja diambil dari sebuah kamus Jerman-Perancis yang kebetulan berarti ‘kuda mainan’. Sinisme dan ketiadaan ilusi adalah ciri khas Dada, yang diekspresikan dalam bentuk main-main, mistis ataupun sesuatu yang menimbulkan kejutan.
( Soedarso, 1990: 99).
l. Aliran Futurisme
Aliran Futurisme merupakan hasil seni yang harus memperlihatkan gerak. Serta menganggap gerak adalah yang utama dalam suatu karya seni.dalam hal ini yang dimaksud bukan gerak yang biasa melainkan gerak yang mengandung kecepatan. Oleh karena itulah maka hasil lukisan ini tampaknya kacau oleh gerak yang simpangsiur. Dalam pengambilan tema kaum Futurisme cenderung mengambil tema-tema seperti: pesta dansa, arak-arakan, kerusuhan dan sebagainya. Yaitu suasana kesibukan yang penuh dengan nuansa gerak. (Djauhar Arifin, 1985: 146).
m. Aliran Pop-Art
Aliran ini lahir pada tahun 1956, sebagai hasil pernyataan bahwa aliran ini bagian dari seni modern yang berlaku saat ini, dan tidak mengada-ada. Obyek yang ditampilkan adalah benda-benda yang sudah ada. Bentuk lukisan Pop-Art sering bersifat lucu, ironis, dan karikatual. (Rasjoyo, 1994: 56).
9. Seni Realisme.
Seni realisme merupakan salah satu aliran seni yang mewarnai perkembangan seni rupa baik dibelahan dunia barat maupun dunia timur. Aliran ini lahir sebagai protes terhadap aliran seni Romantisme yang melebih-lebihkan kenyataan. Aliran yang dicetuskan oleh Gustave courbert ini berdasarkan pada konsep, bahwa lukisan pada dasarnya seni yang konkrit, ada, dan terjadi dalam masyarakat.
Kata-kata realisme mula-mula berasal dari “real” dan “ism” (bhs. Inggris). Kata real berarti nyata, tidak khayal dan ism berarti suatu doktrin, teori atau yang memiliki karakter tersendiri (Webster’s 1985: 516).
Sebuah aliran muncul karena bertentangan dengan aliran sebelumnya. Hal ini berlaku pada aliran realisme yang muncul sebagai protes terhadap aliran romantisme yang melebih-lebihkan kenyataan. Aliran ini dicetuskan Gustave Coubert ini berdasar konsep, bahwa lukisan pada dasarnya seni yang kongkrit, ada, dan terjadi dalam masyarakat. Jadi, obyek kejadiannya tidak hanya dilingkungan istana saja. Oleh karena itu, aliran realisme sering menampilkan figur-figur rakyat biasa dalam karya lukisnya. (Rasjoyo, 1994: 48).
Aliran realisme bukan merupakan suatu corak tertentu, tetapi seperti juga aliran romantik, karena ini merupakan persoalan kejiwaan, persoalan visual tertentu, kehidupan dalam impian, melainkan para pelukis realisme menghendaki dengan penangkapan dan penghayatan dalam keadaan nyata secara realis. (Supardi Hadiatmodjo, 1990: 156).
Kaum realis memandang dunia ini tanpa ilusi. Mereka menggunakan penghayatannya untuk menemukan dunia. Mereka ingin untuk menciptakan hasil seni yang nyata menggambarkan apa-apa yang betul-betul riel dan ada.
Realisme merupakan penggambaran tentang apa yang disebut sebagai suatu kenyataan dari rasa yang timbul secara langsung dalam pengalaman kehidupan manusia dari waktu ke waktu dan tempat yang dimilikinya; penyampaian suatu rasa yang bersifat universal berkenaan dengan pencarian akan kebenaran-kebenaran yang tersembunyi dibalik perwujudan sementara itu masih memberikan rasa kekinian.
Menurut Djauhar Arifin (1985) menyatakan bahwa:
“Realisme adalah aliran kenyataan (Real: nyata) yang melukiskan kenyataan sehari-hari tanpa memberi suasana di luar kenyataan, tanpa menjiwai dengan perasaan romantis. Yang dikemukakan terutama kenyataan dari kepahitan hidup, penderitaan pekerja kasar, kesibukan-kesibukan kota dan pelabuhan”.( h. 131).
Pernyataan di atas menyimpulkan bahwa, kenyataan yang dimaksud adalah kenyataan dan kebenaran-kebenaran yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Realisme merupakan suatu wujud karya seni yang kita sebut realistis. Realistis memberikan pengertian tentang apa yang menjadi hakekat kenyataan dengan segala aspek-aspeknya, baik baik yang indah maupun yang tidak indah. Kata-kata realistis sendiri kadang-kadang dipergunakan seniman bukannya memilih subyek keindahan yang konvensional, namun justru ditujukan atau ditekankan pada kenyataan yang tidak indah di dunia. Ada seni realistis cenderung mengarah pada hal-hal yang bersifat apa adanya tanpa dicampuri angan-angan.
Aliran realisme cenderung melukiskan segala sesuatu apa adanya tanpa berusaha mengidealisasi alam, memperbaiki ataupun menyempurnakan. Bahkan cenderung kenyataan-kenyataan pahit (kemelaratan, kejorokan) dari sisi kehidupan, perbedaan kecenderungan inilah yang membedakan antara aliran realisme dengan aliran romantisme. Aliran realisme bukan merupakan suatu corak tertentu, tetapi seperti juga aliran romantik, karena ini merupakan persoalan kejiwaan, persoalan visual tertentu, kehidupan alam dan impian, melainkan para pelukis realisme menghendaki dengan penangkapan dan penghayatan dalam keadaan nyata secara realis.
Menurut Dharsono (1995) ada berbagai macam bentuk realisme yang dibedakan dari gaya dan kecenderungannya. Dalam aliran realisme ada realisme jendela, selektif, gelap terang, fokus dan tepi, tepi atau impressionisme, dinamis, dunia mimpi.( h. 83). Berikut adalah beberapa bentuk realisme antara lain:
a. Realisme Jendela
Realisme jendela merupakan knsep seni lukis orang jalanan. Ideanya, bahwa gambar merupakan representasi dari suatu obyek seni dengan pengamatan, dan nampak terbatasi oleh bingkai segi empat. Dalam hal ini kertas atau kanvas yang nampak oleh kita senantiasa seperti jendela, dimana kita dapat melihat pohon, rumah, orang, baik laki-laki maupun, wanita maupun anak-anak, yang masing-masing dapat dilukiskan oleh pelukis yang kompeten. (Dharsono, 1995: 83).
b. Realisme Selektif
Seniman realisme selektif melihat obyek cenderung bersifat kekanak-kanakan. Menurut mereka, tak ada seorangpun yang dapat melukiskan setiap obyek yang ada dihadapannya. Dengan demikian bila kita ingin melukiskan apa yang kita lihat, kita harus melukiskan apa yang hadir dalam perhatian kita dan kemudian membuang yang lain. (Dharsono, 1995: 84).
c. Realisme Gelap Terang
Realisme gelap terang menunjukkan adanya pengamatan obyek yang sangat teliti dan detail. Hasilnya diperoleh dari penerobosan pencahayaan yang membantu setiap bagian gambar secara konsisten. Realisme ini secara langsung menciptakan unity, tanpa hubungan yang menguntungkan antara pengambilan obyek dengan kesatuan estetika. (Dharsono, 1995: 85).
d. Realisme Fokus
Realisme fokus mempelajari warna dan cahaya setiap obyek dihadapannya dengan penuh perhatian. Karya lukis ini memfokuskan pada keadaan yang paling diinginkan. Oleh karena itu hanya obyek yang dianggap penting yang digarap secara detail. Sedangkan obyek pendukung lain digarap secara mengabur tanpa detail yang sempurna. (Dharsono, 1995: 86).
e. Realisme Tepi atau Impresionisme
Realisme ini pada hakekatnya merupakan suatu lukisan tapi tanpa fokus. Artinya lukisan yang dibuat sengaja dihadirkan tanpa adanya fokus. Seniman realisme tepi atau sering disebut impresionisme ini melukiskan cahaya yang dipantulkan kemata. Kabur tanpa fokus atau hanya merupakan kesan suatu obyek pada saat itu. Cahaya yang dipantulkan selalu berubah-ubah sesuai dengan gerakan gambar cahaya. (Dharsono, 1995: 87).
f. Realisme Dinamis atau Post Impresionisme
Myers (1959: 210) Menyatakan bahwa Impresionisme ini lahir pada abad XVII, membawa reaksi tajam, reaksi tersebut datang dari seorang tokoh impresionisme fanatik : Paul Cezanne (1839-1906) ia berpendapat bahwa, pelukis berpikir menggunakan warna. Tugas pelukis adalah memproduksi, hal yang berdimensi tiga kedalam suatu bidang datar (kanvas), ruang dan isi tidak bisa dipisahkan, ia tidak sekedar meniru alam (memesis) melainkan alam ini ingin diciptakan kembali untuk memeperoleh bentuk-bentuk yang kuat. (Dharsono, 1995: 89).
g. Realisme Dunia Mimpi
Aliran realisme ini harapan suram dimasa lampau, tapai masa sekarang ini berlaku sebagai pelukisan penuh, pada disiplin ilmu Psikologi masa lalu mimpi dianggap tidak real, tetapi pada masa sekarang mimpi diakui sebagai bagian dari alam. Representasi dari dunia mimpi diakui sebagai representasi surealistik dari sebuah pemandangan. (Dharsono, 1995: 90).
10. Sejarah Realisme
Sebelum aliran realisme muncul seni lukis bergaya romantik tengah berkembang didaratan Eropa. Pada masa akhir perkembangannya aliran mendapatkan panggilan dari aliran baru yang menghendaki kenyataan. Setelah aliran romantik tersisihkan, para pelukis yang beraliran realisme mulai bermunculan. Seperti yang dikemukakan Supardi Hadiatmodjo (1990) yaitu: “Mereka berpandangan bahwa dunia tanpa ilusi, menggunakan penghayatan untuk menemukan dunia. Pada umumnya mereka ingin menciptakan karya seni nyata dan betul-betul riil dan ada”. (h. 165). Salah satu pelukis yang menonjol saat itu adalah Gustave Coubet (1918-1977). Ia pernah mengatakan “Show me an angel and I will paint one”. Para pelukis realisme menghendaki penangkapan dan penghayatan dalam keadaan nyata secara realis.
Pada pertengahan abad XIX, aliran realisme sosial muncul dengan penggambaran yang realistik dari ketidakindahan, kesengsaraan, kemiskinan dalam menunjang teori politik untuk mengabaikan sosial yang membangkitkan kata hati manusia, untuk mengendalikan perasaan gusar atau belas kasihan dan seterusnya.
Dalam seni lukis ketika keberadaan nilai-nilai relisme menjadi sebuah aliran baru maka objek-objek yang ditampilkan menjadi lain dari aliran sebelumnya yang dalam kehidupan sehari-hari jarang terjadi ditampilkan maka aliran realisme menyuguhkan keindahan apa adanya.
11. Konsep dalam Seni Lukis
Konsep kaitannya dengan seni lukis merupakan landasan untuk mengawali terungkapnya jiwa yang dimiliki oleh serang seniman dalam hal penciptaan karya. Konsep merupakan realisasi dari gagasan atau ide, yang ada didalam jiwa seniman untuk suatu kepentingan yang bersifat pribadi maupun sosial dalam rangkaian komunikasi, yang terlihat dalam suatu karya seni yang diciptakannya.
Dalam kamus Bahasa Indonesia Purwadarminta (1976) mengatakan bahwa: “Konsep adalah rancangan” (h. 520). Dengan demikian rancangan adalah landasan awal untuk mencapai suatu tujuan. Hampir dapat dipastikan lahirnya suatu karya akan disertai dengan suatu landasan tertentu, walaupun terkadang konsep yang berguna sebagai landasan dalam proses penciptaan karya tersebut sulit dimengerti oleh orang lain.
Konsep merupakan bentuk pemikiran yang terselubung dalam diri seniman itu sendiri, yang sifatnya sangat pribadi dan sulit untuk dapat terwujud dalam bentuk yang konkrit untuk bisa dimengerti dalam suatu lukisan. Sehingga terkadang perlu adanya tempat tertentu baik secara lisan maupun tertulis untuk mengetahuinya. Untuk mempermudah dalam mengkomunikasikan gagasan inilah, maka perlu adanya suatu konsep dalam suatu lukisan, sehingga akan mempermudah orang lain dalam memahami makna yang ada dalam karya tersebut.
12. Medium dalam Lukisan
Media merupakan sesuatu yang merupakan bahan-bahan yang digunakan dalam proses berkarya seni lukis, atau media yang merupakan sesuatu bahan baku adalah persyaratan yang digunakan untuk dijadikan ujud hasil karya atau dijadikan sebagai tempat ataupun bidang untuk melahirkan karya.
Arti kata material didalam Kamus Bahasa Indonesia diterangkan sebagi berikut: “1. Material adalah bakal, barang yang akan dijadikan atau untuk membuat barang lain. 2. Hal atau barang yang akan dibicarakan (diajarkan dan sebagainya)”. (Poerwadarminta, 1976: 639).
Berdasarkan pendapat di atas dapatlah disimpulkan pengertian material, yaitu suatu unsur fisik yang digunakan sebagai media dalam menciptakan karya seni. Dalam hal ini khususnya seni lukis, material tersebut diantaranya cat minyak, cat air, pastel, konte dan bahan-bahan lainnya. Di dalam menciptakan karya seni antara bahan, alat, tehnik serta ide saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Sedangkan sifat dari bahan-bahan akan menentukan tehnik dalam penciptaan karya seni. Sedangkan alat sebagai sarana untuk mengolah material, pemilihan material serta alat dan teknik pengerjaannya disesuaikan dengan ide senimannya.
Penggunaan material sebagai cara dari seseorang dalam melahirkan teknik yang bersifat individu. Tiap-tiap material mempunyai keterbatasan. Dalam hal ini maka seniman lebih sering menentukan sikapnya untuk dapat memilih dan memanfaatkan material-material tersebut. Jelaslah bahwa dalam hal ini material merupakan sesuatu yang konkrit, sesuatu karya tanpa ditunjang dengan penggunaan media maka karya itu tidak akan berwujud.
Liang Gie ( 1996) mempertegas dengan menyatakan bahwa: “Medium adalah mutlak, karena tanpa material apa yang akan dijadikan karya seni”. (h. 89). Hal ini berlainan sekali dengan pokok soal (subyek) atau sasaran (obyek) atau dalil (tema). Kenyataan ini kemudian dirumuskan menjadi ajaran kemurnian tentang medium oleh filsuf seni Jerman Gotthold Lesing (1729-1781) dengan sebutan Materialgerechtigkeit yang artinya “Doing justice to the nature of the material”(berbuat adil terhadap sifat dasar dari bahan).
13. Obyek dalam Seni Lukis
Berdasarkan obyek ada dua jenis karya seni Yaitu: seni non obyektif dan seni obyektif.
a. Seni non obyektif
Merupakan jenis karya seni dimana seniman didalam mencipta tidak memakai obyek alam, tetapi memakai segala imajinasinya.
Dalam jenis karya seni ini seniman dituntut kemampuan daya pikir/ imajinasinya yang bersumber dari pengalaman yang mereka peroleh, sejauhmana keterlibatan alam pikirnya mampu memberikan atau menciptakan suatu karya seni.
b. Seni obyektif
Merupakan jenis karya seni dimana proses penciptaannya memakai obyek alam. Biasanya karya obyektif ini juga disebut sebagai karya non representatif. Pada karya seni ini seniman tidak begitu mengandalkan daya imajinasinya, tetapi seniman justru dituntut bagaimana dengan keberadaan obyek yang begitu banyak yang ada dihadapannya itu seniman mampu menangkap suatu kenyataan tersendiri, dalam arti seniman harus lebih jeli dalam pengambilan suatu obyek atau tema yang akan mereka pergunakan sebagai landasan dalam pembuatan karya seni. Sehingga akan memberikan suatu hasil karya seni yang benar-benar obyektif.
Berdasarkan obyek tersebut, kedua jenis karya seni ini merupakan suatu perwujudan pengalaman jiwa seniman yang paling dalam. Dengan segala imajinasinya serta intuisi seniman terlibat dalam proses kreatif yang sangat didukung oleh kemampuan pribadi (seperti pengalaman) dan juga teknik seseorang yang menyertainya. Beberapa faktor ini paling tidak sangat mempengaruhi kehidupan dunia seni rupa, karena keterlibatan “pribadi” yang hakiki memberi arti yang lebih luas dari gaya dan corak yang ada.
Menurut Dharsono (1989), “Dalam proses kreatif seorang seniman selalu menggunakan obyek sebagai landasaan penciptaannya, sebagai kebutuhan pokok yang oleh sebab ketidakberadaannya tidak akan melahirkan apa-apa”. (h. 8). Jadi obyek disini merupakan sarana pokok yang diperlukan oleh seniman pencipta. Obyek ini dapat berwujud alam nyata (yang ada dihadapannya), dan obyek yang ada didalam imajinasinya.
Dalam hal ini seniman pencipta sangat dituntut kemampuannya, bagaimana dia menciptakan suatu karya yang mampu mewakili dari perasaan/ pribadi seniman itu sendiri. baik itu yang bersumber dari obyek alam nyata maupun obyek yang ada dalam imajinasinya, sehingga kesan yang ditimbulkan akan memberikan suatu kriteria atau pesan tertentu terhadap karya yang dihasilkan. Sehingga akan nampak perbedaan yang dihasilnya antara seni non obyektif dan seni obyektif.
Read User's Comments0
IKA WIDYASTUTI 071 9C
03.49 |
Label:
Seni Budaya
MACAM-MACAM
ALIRAN DALAM SENI LUKIS 3
MACAM MACAM ALIRAN SENI LUKIS
1. Realisme
Realisme di dalam seni rupa berarti
usaha menampilkan subjek dalamsuatu karya sebagaimana tampil dalam kehidupan
sehari-hari tanpa tambahanembel-embel atau interpretasi tertentu. Maknanya bisa
pula mengacu padausaha dalam seni rupa untuk menampilkan kebenaran, bahkan
tanpamenyembunyikan hal yang buruk sekalipun. Tokoh-tokoh realism ialah :
GustoveCorbert, Fransisco de Goya dan Honore Umier.
2. Surrealisme
Surealisme adlah gabungan kata dai
super dan realis, yang berarti mimpi, Lukisan dengan aliran ini kebanyakan
menyerupai bentuk-bentuk yangsering ditemui dalam mimpi. Pelukis berusaha untuk
mengabaikan bentuk secarakeseluruhan kemudian mengolah bagian tertentu dari
objek untuk menghasilkansensasi yang bisa dirasakan manusia tanpa harus
mengerti bentuk aslinya.Pelopor surrealism : Joan Miro, Salvador Dali dan Andre
Masson. Di Indonesiabisa disebut : Sudibio; Sudiardjo dan Amang Rahman.
3. Kubisme
Kubisme lahir pada saat pameran
retpektif Cezanne yakni pada tahun1907. Corak ini menggambarkan alam menjadi
bentuk-bentuk geometris sepertisegitiga, segi empat, lingkaran, silinder, bola,
kerucut, kubus dan kotak-kotak.Disini seni bukanlah peniruan alam. Pelopor
kubisme : Gezanne, Pablo Picasso,Metzinger, Braque, Albert Glazes, Fernand
Leger, Robert Delaunay, FrancisPicabia dan Juan Gris.
4. Romantisme
Merupakan aliran tertua di dalam
sejarah seni lukis modern Indonesia.Lukisan dengan aliran ini berusaha
membangkitkan kenangan romantis dankeindahan di setiap objeknya. Pemandangan
alam adalah objekyang seringdiambil sebagai latar belakang lukisan. Romantisme
dirintis oleh pelukis-pelukispada zaman penjajahan Belanda dan ditularkan
kepada pelukis pribumi untuktujuan koleksi dan galeri di jaman colonial. Salah
satu tokoh terkenal dari aliranini adalah Raden Saleh.
5. Abstraksionisme
Seni abstrak dalam seni lukis ialah
seni yang berusaha mengambil objekyang berasal dari dunia batin. Objek itu
bissa fantasi, imajinasi dan mungkin jugaintuisi para seniman. Karena timbul
dari dalam batin. Dalam seni, abstrak terbagidua kategori besar yaitu :a.
Abstrak ekspresionismeDi Amerika abstrak ini terdapat dua kecenderungan yaitu:-
Color Field Painting, yaitu lukisan yang menampilkan bidang-bidang lebar dan
warna yang cerah. Pelopornya : Mark Rothko, Clyfford Stll, Adolf Got
Lieb, Robert Montherwell dan BornetNewman.- Action Painting, yaitu lukisan yang
tidak memerhatikan bentuk,yang penting adalah aksi atau cara
dalammelukiskannya.Tokohnya adalah : Jackson Polack, Willem deKoning Frans
Kliner dan; adik Twarkov.
Di Perancis abstrak ekspresionisme
diikuti oleh : H. Hartum GerardSchneider, G. Mathiew dan Piere Souloges.
Kemudian yang diberi namaTechnisme dipelopori oleh : Wols Aechinsky dan Asger
Yorn.b. Abstrak geometrismeDisebut juga seni non objektif. Dipelopori oleh
Kandinsdy. Setelah itubermunculan abstrak geometrisme yang lain dengan nama
berbedaantara lain :- ? Suprematisme, yaitu lukisan yang menampilkan
abstraksibentuk-bentuk geometris mumi dengan tokohnya adalah
kasimir Malevich.- Konstruktivisme, sebuah corak seni rupa 3 dimensi
yangberusaha menampilkan bentuk-bentuk abstrak denganmenggunakan alat-alat
modern seperti seperti kawat, besi, kayudan plastik. Tokohnya : Vladimir
Tatlin, Antonic Pevner, NaumGabo dan A. Rodehenko Alexander Calder karena
patungnya dapat bergerakdisebut Mobilisme, di Amerika patung yang dapat
bergerakdisebut Kinetic Sculpture. Minimal Art juga termasuk dalamkelompok
Konstruktivisme. Seni ini lahir karena situasi teknologiindustri yang tinggi
dan karyanya cenderung arsitektual.- ? Neo Plastisisme (De Stijil), yaitu corak
seni abstrak yangmenampilkan keuniversalan ilmu pasti. Aliran ini
berusahapewarna kepada warna pokok dan bentuk yang siku-siku.Tokohnya adalah :
Piet Mondarian, Theo Van Daesburg dan BartVan Leck.- ? Op Art (Optical Art),
disebut juga Retinal Art yaitu corak senilukis yang penggambarannya merupakan
susunan geometrisdengan pengulangan yang teratur rapi, bisa seperti papan
catur.Karya ini menarik perhatian karena warnanya yang cemerlangdan seakan
mengecohkan mata dengan ilusi ruang. Tokoh corakini adalah : Victor Vaserelly,
Bridget Riley, Yacov Gipstein danTodasuke Kawayama.
6. Ekspresionisme
Berusaha menampilkan emosional atau
sensasi dari dalam di hubungkandengan tragedi atau apa yang terjadi. Definisi
lain adalah kebebasan distorsibentuk dan warna untuk melahirkan emosi ataupun
menyatakan sensasi dari dalam (baik objeknya maupun senimannya). Pelopor
ekspresionisme : VincentVan Gogh, Paul Gaugiuin, Ernast Ludwig, Karl Schmidt,
Emile Nolde, JJ.Kandinsky dan Paul Klee. Di Indonesia penganut ini adalah :
Affandi, Zaini danPopo Iskandar.
7. Impresionisme
Berusaha menampilkan kesan yang di
tangkap dari objek. Yang menjadimasalah dalam hal teknik adalah sebagian kaum
impresionis sangatmementingkan warna yang ditimbulkan oleh bias cahaya, namun
akademisimementingkan garis.Tokoh aliran ini : Claude Monet, Aguste Renoir,
CasmilePissaro, Sisley, Edward Degas dan Mary Cassat. Di Indonesia penganut
aliranini adalah : Kusnadi , Solihin dan Affandi (sebelum ekspresionisme).
8. Faufisme
Nama faufisme diberikan oleh seorang
kritikus bernama Louis Vauxcelesyang terkejut melihat liarnya sekelompok artis
muda yang sedang berpameran disalon d`Automne, tahun 1905. Menurut Matisse yang
menjadi tokoh dalam aliranini, faufisme adalah suatu reksi terhadap post
impresionisme yang mempunyaiteknik yang lamban dan lambat, dan juga mempunyai
teori devision yang kurangtepat. Aliran ini masih dipengaruhi oleh teori
cezanne tentang impresionisme.Bahwa tatanan warna masih harus mempunyai
struktur yang kuat, yangdibangun hubungan interaksi antara warna-warna
tertentu. Faufisme masihmemakai teori ini tetapi lebih dikembangkan lagi, ialah
bahwa warna-warna itu jika diamati, kemudian harus di padatkan lagi dan di olah
lagi. Disamping itu jugamenentukan sikap bahwa tidak ada pendahuluan secara
teoritis terhadap warnaagar cocok untuk suatu pembentukan objek. Tokoh-tokoh
aliran ini : HenryMatisse, Andre Dirrain, Maurice de Vlamink, Rauol Dufi dan
Kess Van Dongen.
9. Naturalisme
Naturalisme merupakan corak atau
aliran dalam seni rupa yang berusahamelukiskan sesuatu objek sesuai dengan alam
(nature). Objek yangdigambarkan diungkapkan seperti mata melihat. Untuk memberi
kesan miripdiusahakan bentuk yang persis, ini artinya proporsi, keseimbangan,
perspektif,pewarnaan dan lainnya diusahakan setepat mungkin sesuai mata kita
melihat.Tokoh-tokoh naturalisme : Rembrant, William Hogart dan Frans Hall. DiIndonesia
yang menganut corak ini : Raden Saleh, Abdullah Sudrio Subroto,Basuki Abdullah,
Gambir Anom dan Trubus.
10. Dadaisme
Ciri khas dari karya dadaisme sini
dan tidak mau ilusi atau ketiadaan ilusi.Yang kemudian diungkapkan dalam bentuk
main-main, mistis, sesuatu yangmenimbulkan goncangan jiwa yang mendadak, juga
ada tanda-tanda merusakyang telah ada, sesuai dengan sifat lingkungan perang.
Dada atau Dadaismemerupakan gerakan budaya yang lahir di wilayah netral, yaitu
Zrich, Switzerland, selama masa Perang Dunia I (1916-1920). Gerakan meliputi
senivisual, sastra (puisi, pertunjukan seni, teori seni), teater dan desain
grafis.Gerakan ini berfokus kepada politik anti perangnya melalui penolakan
padaaturan seni yang berlaku melalui karya budaya anti seni. Kegiatan gerakan
iniantara lain pertemuan umum, demonstrasi dan publikasi jurnal seni/sastra.
Seni,politik dan budaya menjadi topik utama dalam publikasi mereka. Gerakan
inimengilhami kemunculan gerakan-gerakan sesudahnya : Avant-Garde, gerakanmusik
kota, serta gerakan lain seperti surrealisme, Nouveau Ralisme, Pop Artdan
Fluxus. Tokoh-tokoh aliran ini : Juan Gross, Max Ernst, Hans Arp, MarcelDuchamp
dan Picabia.
11. Simbolisme
Lukisan secara simbolik adalah
lukisan yang mengambil sesuatu sebagaipelambang, sering terlihat seperti
sindiran. Pada masa Jepang berkuasa di tanahair kita, sensor atas
kerangan-karangan amat keras. Untuk mencobamelepaskan diri dari jaringan sensor
itu, dibuatlah karangan yang simbolis. Jikatidak, maka karangan di tambah lagi
dengan kalimat-kalimat yang tak berartisekedar untuk mengelabui mata sensor
Jepang. Dalam karangan yang simbolisbiasanya binatang atau tumbuhan dilukiskan
sebagai manusia dengan sifat-sifatnya. Misalnya Hikayat Kalilah dan Dimnah,
Hikayat Panca Tantra, Syair siBurung Pungguk. Dalam kesusastraan Indonesia,
kita lihat misalnya karangan Amin, Tinjaulah Dunia Sana. Tokohnya ikan-ikan
dala akuarium. Gerak-gerik dansifat ikan itu dilukiskannya sebagai lukisan
manusia yang beraneka ragamsifatnya. Aliran simbolik sejalan dengan surrealism,
yakni bahwa ala minihanyalah sebagai batu loncatan untuk menyatakan perhatian
yang lebih tentangmanusia yang hidup. Tokoh yang menganut aliran ini : Charles
Baudelaire,Stephane Mallarme, Paul Verlaine, Arthur Rimbaud.
12. Neoklasikisme
Modernisme dipandang sebagai gerakan
penghapusan danpembongkaran seni yang telah berjalan beberapa decade. Sejak
akhir abad ke-18, gerakan modernisme telah membongkar konsep seni rupa klasik
bahwa senirupa harus indah, seni rupa harus menghadirkan sensasi menyenangkan
mata,harus memiliki subjek penggambaran (subject matter), seni rupa
harusmerupakan produk magis dari aura sang seniman dan seterusnya,
selangkahdemi selangkah mulai dicampakkan. Seniman modernis
mencampakkankeindahan sebagai faktor ideal dalam seni rupa, misalnya terlihat
padapenggambaran wanita secara kubistis oleh Pablo Picasso pada lukisan µLesDemoiselles
d¶ Avignon¶.
13. Klasikisme
Sebutan kata klasik mengandung
pengertian sifat dari suatu hal, keadaanatau kejadian pada masa lalu yang
mengalami puncak kejayaan, keunggulankehebatan, atau kemasyuran, namun hingga
kini sifat-sifat itu masih dirasakan atau diakui. Sifat yang demikian itu
disebabkan hal, keadaan atau kejadiantersebut memiliki nilai atau mutu tinggi
yang diakui dan menjadi tolak ukur kesempurnaan yang abadi. Karena itu, sesuatu
yang klasik akan tetap bertahansampai kapanpun seakan tak lekang oleh zaman.
Aliran estetika klasik iniberkembang pada era munculnya. Tokoh-tokoh filsuf
besar, yang terkenalkarena kecermelangan pemikirannya hingga sekarang antara
lain sepertiSocrates, Plato, Aristoteles, Plotinus, Agustinus dan Thomas
Aquinas.
14. Pop Art
(Popular Art)Seni Pop atau Pop Art
mula-mula berkembang di Amerika pada tahun1956. Nama aslinya adalah Popular
Images. Seni ini muncul karena kejenuhandengan seni tanpa objek dan
mengingatkan kita akan keadaan sekeliling yangtelah lama kita lupakan. Dalam
mengambil objek tidak memilih-milih, apa yangmereka jumpai dijadikan objek.
Bahkan bisa saja mereka mengambil sepasangsandal disandarkan diatas rongsokan
meja kemudian diatur sedemikian rupakemudian dipamerkan. Kesan umum dari
karya-karya Pop Art menampilkansuasana sindiran, karikaturis, humor dan apa
adanya. Tokoh-tokohnya antaralain : Tom Wasselman, George Segal, Yoseph Benys,
Claes Oldenburg danCristo. Di Indonesia yang menganut aliran ini adalah
seniman-seniman yangmemproklamirkan diri : ³Kaum Seni Rupa Baru Indonesia´.
15. Futurisme
Futurisme ialah sebuah aliran seni
lukis yang lahir pada tahun 1909. Aliran ini mengatakan gerak dan dipandang
sebagai pendobrak aliran kubismeyang dianggap statis dalam komposisi., garis
dan pewarnaan. Futurismemengabdikan diri pada gerak sehingga pada lukisan
anjing di gambarkan berkakilebih dari empat. Tokoh aliran ini : Umberto,
Boccioni, Carlo Cara, Severini,Gioccomo Ballad dan Ruigi Russalo.
16. Seni Instalasi
Berarti sejumlah kanvas atau objek
ide instalasi dimulai dari barang-barang yangditemukan di mana-mana dan
kemudian dikembangkan, direkayasa di workshop, di improvisasi dengan ruang,
atau merupakan input respons terhadapruang ataupun yang mengelilinginya,
susunan dalam sebuah fungsi dirakitdengan objek-objek lain jadilah sebuah
system, itulah instalasi.
redd
Tarian Daerah merupakan adat budaya
Indonesia yang wajib kita lestarikan, saking banyaknya tarian derah yang ada di
Indonesia sehingga kadang membuat kita tidak mengerti asal tarian daerah
tersebut, dan sebagai pemuda Indonesia kita wajib mengetahui nama-nama tarian
daerah seluruh Indonesia paling tidak tahu dulu, dan lebih baiknya kita
mempelajari agar kebudayaan asli kita ini tidak di rebut atau di claim oleh
Negara lain
Berikut ini nama dan daerah asal tarian daerah seluruh Indonesia, yang saya kutip dari http://organisasi.org
1. Provinsi DI Aceh / Nanggro Aceh Darussalam / NAD
Tari Tradisional : Tari Seudati, Tari Saman Meuseukat
2. Provinsi Sumatera Utara / Sumut
Tari Tradisional : Tari Serampang Dua Belas, Tari Tor-tor
3. Provinsi Sumatera Barat / Sumbar
Tari Tradisional : Tari Piring, Tari payung
4. Provinsi Riau
Tari Tradisional : Tari Tanduk, Tari Joged Lambak
5. Provinsi Jambi
Tari Tradisional : Tari Sekapur Sirih, Tari Selampit Delapan
6. Provinsi Sumatera Selatan / Sumsel
Tari Tradisional : Tari Tanggai, Tari Putri Bekhusek
Berikut ini nama dan daerah asal tarian daerah seluruh Indonesia, yang saya kutip dari http://organisasi.org
1. Provinsi DI Aceh / Nanggro Aceh Darussalam / NAD
Tari Tradisional : Tari Seudati, Tari Saman Meuseukat
2. Provinsi Sumatera Utara / Sumut
Tari Tradisional : Tari Serampang Dua Belas, Tari Tor-tor
3. Provinsi Sumatera Barat / Sumbar
Tari Tradisional : Tari Piring, Tari payung
4. Provinsi Riau
Tari Tradisional : Tari Tanduk, Tari Joged Lambak
5. Provinsi Jambi
Tari Tradisional : Tari Sekapur Sirih, Tari Selampit Delapan
6. Provinsi Sumatera Selatan / Sumsel
Tari Tradisional : Tari Tanggai, Tari Putri Bekhusek
7. Provinsi Lampung
Tari Tradisional : Tari Jangget, Tari Melinting
8. Provinsi Bengkulu
Tari Tradisional : Tari Andun, Tari Bidadei Teminang
9. Provinsi DKI Jakarta
Tari Tradisional : Tari Topeng, Tari Yapong
10. Provinsi Jawa Barat / Jabar
Tari Tradisional : Tari Topeng Kuncaran, Tari Merak
11. Provinsi Jawa Tengah / Jateng
Tari Tradisional : Tari Serimpi, Tari bambangan Cakil
12. Provinsi DI Yogyakarta / Jogja / Jogjakarta
Tari Tradisional : Tari Serimpi Sangupati, Tari Bedaya
13. Provinsi Jawa Timur / Jatim
Tari Tradisional : Tari Remong, Tari Reog Ponorogo
14. Provinsi Bali
Tari Tradisional : Tari Legong, Tari Kecak
15. Provinsi Nusa Tenggara Barat / NTB
Tari Tradisional : Tari Mpaa Lenggo, Tari Batunganga
16. Provinsi Nusa Tenggara Timur / NTT
Tari Tradisional : Tari Perang, Tari Gareng Lameng
17. Provinsi Kalimantan Barat / Kalbar
Tari Tradisional : Tari Monong, Tari Zapin Tembung
18. Provinsi Kalimantan Tengah / Kalteng
Tari Tradisional : Tari Balean Dadas, Tari Tambun & Bungai
19. Provinsi Kalimantan Selatan / Kalsel
Tari Tradisional : Tari Baksa Kembang, Tari Radap Rahayu
20. Provinsi Kalimantan Timur / Kaltim
Tari Tradisional : Tari Perang, Tari Gong
21. Provinsi Sulawesi Utara / Sulut
Tari Tradisional : Tari Maengkat, Tari Polo-palo
22. Provinsi Sulawesi Tengah / Sulteng
Tari Tradisional : Tari Lumense, Tari Pule Cinde
23. Provinsi Sulawesi Tenggara / Sultra
Tari Tradisional : Tari Dinggu, Tari Balumpa
24. Provinsi Sulawesi Selatan / Sulsel
Tari Tradisional : Tari Bosara, Tari Kipas
25. Provinsi Maluku
Tari Tradisional : Tari Lenso, Tari Cakalele
26. Provinsi Irian Jaya / Papua
Tari Tradisional : Tari Musyoh, Tari Selamat datang
Read User's Comments0
Langganan:
Postingan (Atom)