PERJUANGAN BANGSA
INDONESIA MEREBUT IRIAN BARAT
A.
Latar
Belakang Perjuangan Pengembalian Irian Barat
Permasalahan penyelesaian Irian Barat
merupakan salah satu keputuusan yang dihasilkan dalam Konferensi Meja Bundar di
Den Hagh tanggal 23 Agustus – 2 November
1949. Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa masalah Irian Barat akan
diselesaikan satu tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS. Pihak Indonesia
menafsirkan bahwa setahun setelah Konferensi Meja Bundar, Belanda akan
menyelesaikan dan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.
Satu tahun setelah pengakuan kedaulatan
RIS ternyata Belanda tidak segera berupaya menyerahkan Irian Barat kepada
Indonesia. Pada tahun 1952 Belanda bahkan memasukkan wilayah Irian Barat ke
dalam wilayah kerajaan Belanda. Hal tersebut tentu saja membuat pemerintah
Indonesia menjadi semakin berupaya untuk membebaskan Irian Barat dari kekuasaan
Belanda.
Adanya sikap pemerintah Belanda yang
tidak mau menyelesaikan masalah Irian Barat mendorong pemerintah Indonesia
berusaha berjuang untuk merebut Irian Barat dari kekuasaan Belanda. Dalam
rangka perjuangan mengembalikan Irian Barat ke wilayah RI, pemerintah Indonesia
menempuh 3 bentuk perjuangan, yaitu :
1. Perjuangan
diplomasi yang menunjukkan niat baik bangsa Indonesia untuk selalu mendahulukan
cara damai dalam menyelesaikan persengketaan. Hal tersebut dilakukan dengan
cara perundingan, lobi untuk memperoleh dukungan dan tekanan politik
2. Konfrontasi
politik dan ekonomi yang menunjukkan kesungguhan bangsa Indonesia untuk
memperjuangkan apapun yang memang menjadi hak bangsa Indonesia
3. Konfrontasi
miliiter yang menunjukkan sikap bangsa
Indonesia yang tidak mengenal menyerah untuk memenangkan persengketaan
B. Perjuangan Diplomasi dalam Upaya
Mengembalikan Irian Barat
Perjuangan
bangsa Indonesia secara diplomasi dalam upaya mengembalikan Irian Barat
ditempuh melalui dua tahap, yaitu :
1.
Tahap
PERTAMA Dilakukan Perundingan Langsung dengan Belanda
Upaya penyelesaian masalah Irian Barat ini mulai dirintis
oleh kabinet Natsir. Upaya perundingan
Bilateral yang dilakukan pemerintah RI dengan Belanda adalah :
a. Pada
bulan Maret 1950 Indonesia dan Belanda melangsungkan Konferensi Uni
Indonesia-Belanda di Jakarta, tetapi
tiidak membuahkan kesepakatan mengenai penyerahan Irian Barat dan hanya
berhasil membentuk komite bersama yang beranggotakan 6 orang, 3 orang dari
Indonesia yaitu Mr. Moh. Yamin, L.H.P.S Makaliwy dan J. Latuharhary. Pihak
Belanda juga diwakili 3 orang yaitu G.H. Vander Kolff, R. Van Dijk dan J.M.
Pieters.
b. Kabinet
Natsir memperlunak sikap untuk menghadapi sikap keras Belanda yang tetap ingin
mempertahankan Irian Barat dengan tujuan untuk mengundang simpati
Internasional.
c. Pada
bulan Desemmber 1951 diadakan konferensi lagi, Belanda mengusulkan masalah
Irian Barat dibicarakan dalam Mahkamah Internasional, sedangkan Indonesia ingin
membahas Irian Barat dalam Majelis Umum PBB.
Sejak saat itu tidak ada lagi perundingan bilateral
Indonesia dengan Belanda sehingga masalah Irian Barat menjadi bekatung-katung.
2.
Tahap
KEDUA Dilakukan dengan Diplomasi dalam Forum PBB
Kegagalan perjuangan diplomasi
langsung dengan Belanda mendorong pemerintah Indonesia melakukan perjuangan
diplomasi dalam forum PBB. Sejak sidang
tanggal 21 September 1954 pemerintah RI
berturut-turut membawa masalah Irian Barat dalam forum sidang umum PBB. Dalam
sidang tersebut Indonesia meyakinkan bahwa masalah Irian Barat perlu mendapat
perhatian internasional karena masalah itu menunjukkan kenyataan penindasan
bangsa lain terhadap bangsa Indonesia. Akan tetapi, usaha diplomasi dalam forum
PBB juga gagal yang terutama disebabkan oleh adnya dukungan dari negara-negara
Eropa terhadap Belanda yang tergabung dalam blok barat. Dukungan terhadap
Belanda semakin kuat bersamaan dengan meruncingnya pertentangan antara Blok
Barat dan Blok Timur. Dengan demikian, resolusi Irian Barat yang disponsori
oleh India tidak dapat dimenangkan karena tidak mencapai kuorum. Oleh karena
dalam setiap sidang tidak pernah mencapai kuorum, sejak tanggal 10 Desember
1954 PBB mengesampingkan masalah Irian Barat dalam sidang berikutnyayang
berarti persoalan Irian Barat tidak lagi menjadi urusan PBB.
C.
Perjuangan
dengan Konfrontasi Politik dan Ekonomi dalam Upaya Mengembalikan Irian Barat
I. Konfrontasi Politik
Bentuk-bentuk konfrontasi politik yang
dilakukan antara lain:
Pada
tanggal 10 Agustus 1954 Indonesia menyatakan pembubaran Uni Indonesia-Belanda
yang diperkuat dengan pernyataan pembatalan perjanjian KMB.
Melalui
UU No 13 tahun 1956 tanggal 3 Mei 1956 menyatakan bahwa Uni Indonesia-Belanda
tidak ada. Selanjutnya hubungan Indonesia dengan Belanda merupakan hubungan
yang lazim antara negara-negara yang berdaulat berdasarkan hukum internasional.
Pada
tanggal 17 Aagustus 1956 Indonesia meresmikan pembentukan Provinsi Irian Barat
yang beribukota di Soa Siu dan yang diangkat sebagai gubernurnya adalah Sultan
Zainal Abidin Syah.
Pada
tanggal 5 Desember 1957 semua kegiatan perwakilan konsuler Belanda di Indonesia
dihentikan. Pada tanggal 17 Agustus 1960 Presiden Soekarno mengumumkan
pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda. Pemutusan tersebut merupakan
tanggapan atas sikap pemerintah Belanda yang tidak menghendaki penyelesaian
secara damai.
II. Konfrontasi Ekonomi
Dalam suasana anti-Belanda yang semakin meningkat, pada
tanggal 18 November 1957 diselenggarakan rapat umum pembebasan Irian Barat di
Jakarta. Rapat tersebut ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan sebagai
berikut:
a. Pemogokan
buruh secara total pada perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia yang
memuncak pada tanggal 2 Desember 1957
b. Pemerintah
Indonesia melarang beredarnya terbitan berbahasa Indonesia
c. Pemerintah
Indonesia melarang maskapai penerbangan Belanda (KLM) untuk melakukan
penerbangan dan pendaratan di wilayah Indonesia.
d. Menghentikan
semua kegiatan perwakilan konsuler Belanda di Indonesia mulai tanggal 5
Desember 1957
Pemerintah Indonesia juga melakukan pengambilalihan atau
nasionalisasi secara sepihak terhadap perusahaan-perusahaan Belanda di
Indonesia yang dilakukan secara spontan oleh para buruh yang bekerja pada
perusahaan tersebut. Perusahaan-perusahaan Belanda yang dinasionalisasi, antara
lain:
a. Nederlandsch
Handel Maatschappiij
b. Bank
Escompto
c. Percetakan
De Unie
d. Perusahaan
Philips
D. Pelaksanaan Tri Komando Rakyat (Trikora)
untuk Merebut Irian Barat
Pemerintah Indonesia akhirnya mengmbil
langkah perjuangan pengembalian Irian Barat melalui jalur diplomasi,
konfrontasi politik dan konfrontasi ekonomi mengalami kegagalan. Pada tanggal
19 Desember 1961 Presiden Soekarno dalam rapat raksasa di Yogyakarta
mengeluarkan Tri Komando Rakyat (Trikora). Isi Trikora adalah:
Sebagai langkah pertama pelaksanaan
Trikora adalah pembentukan Komando Mandala pembebasan Irian Barat tanggal 2
Januari 1962 yang bermarkas di Makassar dan Meyjen Soeharto ditunjuk
sebagai panglima komando Mandala pembebasan Irian Barat adalah;
1) Merencanakan,
mempersiapkan dan menyelenggarakan opersi-operasi militer untuk mengembalikan
Irian Barat ke dalam kekuasaan negara RI
2) Mengembangkan
situasi militer di wilayah Irian Barat sesuai dengan taraf perjuangan diplomasi
supaya dalam waktu singkat diciptakan daerah-daerah bebas de facto atau
unsur-unsur kekuasaan pemerintah di Provinsi Irian Barat
Untuk mencapai tujuannya, Komando
Mandala merencanakan operasi pembebasan Irian Barat melalui tiga tahap, yaitu:
1) Tahap infiltrasi, yaitu tahap yang
merencanakan penyusupan pasukan ke daerah tertentu untuk menciptakan daerah
bebas de facto di Irian Barat yang dilaksanakan sampai tahun 1962.
2) Tahap eksploitasi, yaitu tahap serangan
terbuka terhadap induk militer lawan dan menduduki semua pos penting yang
menjadi pertahanan musuh.
3) Tahap konsolidasi, yaitu tahap penegakan
kekuasaan RI secara mutlak di wilayah Irian Barat.
Pada tanggal 15 Januari 1969 terjadi
pertempuran di Laut Arafuru, Motor Terpedo Boat (MTB) Macan Tutul, MTB Macan
Kumbang dan MTB Harimau yang berpatroli diserang oleh armada pasukan Belanda.
Komodor Yos Soedarso mengambilalih pimpinan MTB Macan Tutul dan memerintah yang
lainnya untuk mundur menyelamatkan diri. Dalam pertempuran tersebut akhirnya
MTB Macan Tutul bersama Kapten Wiratno dan Komodor Yos Soedarso terbakar dan
tenggelam.
E. Persetujuan New York dan Pengaruhnya
terhadap Penyelesaian Masalah Irian Barat
Konfrontasi
Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat akhirnya mendapat perhatian
dunia. Sekjen PBB U Than mengutus Ellsworth Bunker seorang diplomat Amerika
Serikat uuntuk membantu menyelesaikan persengketaan tersebut. Pada bulan Maret
1962 Ellsworth Bunker mengajukan usul perdamaian yang dikenal dengan Rencana
Bunker (Bunker Planing). Isi
Rencana Bunker adalah :
a. Belanda
harus menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui suatu badan pemerintah
PBB yaitu United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA)
b. Rakyat
Irian Barat harus diberi kesempatan untuk menetukan pendapatnya ingin
memisahkan diri atau bergabung dengan negara RI
c. Pelaksanaan
penyelesaian Irian Barat akan diselesaikan dalam jangka waktu dua tahun
d. Untuk
menghindari bentrokan fisik diantara pihak yang bersengketa diadakan masa
peralihan di bawah pengawasan PBB selama satu tahun
Akhirnya Indonesia dan Belanda pada
tanggal 15 Januari 1962 berunding di markas PBB yang berhasil menandatangani
Persetujuan New York (New York Agreement) yang antara lain berisi sebagai
berikut:
ü
Selambat-lambatnya tanggal 1 Oktober 1962
Belanda menyerahkan Irian Barat kepada pemerintahan sementara PBB yaitu UNTEA
ü
Pasukan Indonesia yang berada di Irian Barat
dibawah kekuasaan UNTEA, sedangkan pasukan Belanda secara berangsur-angsur
dipulangkan
ü
Pada tanggal 31 Desember 1962 UNTEA dan
Indonesia bersama-sama mengatur pemerintahan sementara di Irian Barat dan
bendera Indonesia mulai berkibar di samping bendera PBB
ü
Selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963 UNTEA
menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia
ü
Paling lambat akhir tahun 1969 pemerintah
RI berkewajiban menyelenggarakan
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian Barat
0 komentar:
Posting Komentar