Mari kita
mengenang kembali sejarah yang seringkali tidak diungkapkan. Tetapi berperan
sangat penting dalam perubahan status bangsa Indonesia, dari yang bangsa yang
dijajah menjadi bangsa yang merdeka. Proses kemerdekaan Indonesia tidak saja
ditandai dengan pembacaan proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno Hatta yang
disertai upacara pengibaran bendera yang diiringi lagu Indonesia Raya.
Kemerdekaan bangsa ini belum berarti apa-apa sebelum adanya pengakuan dari
negara lain. Bangsa Indonesia berutang budi pada negara-negara yang telah
membantu proses kemerdekaan bangsa tersebut.
Pengakuan
kedaulatan Indonesia pertama kali bukanlah dilakukan oleh negara-negara Barat,
apalagi Amerika Serikat yang sering mengklaim dirinya sebagai promotor
kebebasan dan jaminan HAM! Perjuangan kemerdekaan Indonesia dibantu oleh
negara-negara muslim di Arab secara heroik tidak lain karena faktor Islam.
Adanya kedekatan emosional (ukhuwah Islamiyyah) antara bangsa Indonesia yang
tengah memperjuangkan kemerdekaannya dengan bangsa-bangsa Arab.
Mesir
tercatat sebagai negara pertama yang mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Hal ini tidak terlepas dari kedekatan emosional tokoh-tokoh nasional seperti,
M. Natsir, Sutan Syahrir, H. Agus Salim dll dengan tokoh-tokoh pergerakkan
Islam di Mesir seperti Hasan Albana dengan gerakkan Ikhwanul Muslimin yang juga
turut memperjuangkan kemerdekaan bumi-bumi Islam yang lainnya. Negara-negara
yang tercatat sebagai pemberi pengakuan pertama kepada RI selain Mesir adalah
Syria, Iraq, Lebanon, Yaman, Saudi Arabia dan Afghanistan. Selain negara-negara
tersebut Liga Arab (Arab League) juga berperan penting dalam Pengakuan RI.
Secara resmi keputusan sidang Dewan Liga Arab tanggal 18 November 1946 menganjurkan
kepada semua negara anggota Liga Arab (Arab League) supaya mengakui Indonesia
sebagai negara merdeka yang berdaulat. Alasan Liga Arab memberikan dukungan
kepada Indonesia merdeka didasarkan pada ikatan keagamaan, persaudaraan serta
kekeluargaan.
Dukungan
dari Liga Arab dijawab oleh Presiden Soekarno dengan menyatakan bahwa antara
negara-negara Arab dan Indonesia sudah lama terjalin hubungan yang kekal karena
di antara kita timbal balik terdapat pertalian agama. Sementara pernyataan
Sutan Syahrir atas dukungan negara-negara Arab yang diungkapkan di Harian
Ikhwanul Muslimin, Mesir pada 5 Oktober 1947 Adalah suatu kenyataan adanya
kecenderungan mengembang dalam ummat Islam di dunia ke arah persatuan dan
peleburan dalam satu persudaraan Islam yang bertujuan memutuskan rantai-rantai
penjajahan asing Indonesia menyokong Pakistan sepenuhnya. Indonesia negeri
Islam dan akan berjuang di barisan kaum Muslimin.
Pengakuan
Mesir dan negara-negara Arab tersebut melewati proses yang cukup panjang dan
heroic. Begitu informasi proklamasi kemerdekaan RI disebarkan ke seluruh dunia,
pemerintah Mesir mengirim langsung konsul Jenderalnya di Bombay yang bernama
Mohammad Abdul Munim ke Yogyakarta (waktu itu Ibukota RI) dengan menembus
blokade Belanda untuk menyampaikan dokumen resmi pengakuan Mesir kepada Negara
Republik Indonesia. Ini merupakan pertama kali dalam sejarah perutusan suatu
negara datang sendiri menyampaikan pengakuan negaranya kepada negara lain yang
terkepung dengan mempertaruhkan jiwanya. Ini juga merupakan Utusan resmi luar
negeri pertama yang mengunjungi ibukota RI
Pengakuan dari Mesir tersebut kemudian diperkuat dengan ditandatanganinya Perjanjian Persahabatan Indonesia Mesir di Kairo. Situasi menjelang penandatanganan perjanjian tersebut duta besar Belanda di Mesir menyerbu masuk ke ruang kerja Perdana Menteri Mesir Nokrasi Pasha untuk mengajukan protes sebelum ditandatanganinya perjanjian tersebut. Kedatangan Duta besar Belanda bertujuan mengingatkan Mesir tentang hubungan ekonomi Mesir dan Belanda serta janji dukungan Belanda terhadap Mesir dalam masalah Palestina di PBB. Menanggapi protes dan ancaman Belanda tersebut PM Mesir memberikan jawaban sebagai berikut: menyesal kami harus menolak protes Tuan, sebab Mesir selaku negara berdaulat dan sebagai negara yang berdasarkan Islam tidak bisa tidak mendukung perjuangan bangsa Indonesia yang beragama Islam. Ini adalah tradisi bangsa Mesir dan tidak dapat diabaikan. Raja Farouk Mesir juga menyampaikan alasan dukungan Mesir dan Liga Arsb kepada Indonesia dengan mengatakan karena persaudaran Islamlah, terutama, kami membantu dan mendorong Liga Arab untuk mendukung perjuangan bangsa Indonesia dan mengakui kedaulatan negara itu
Pengakuan dari Mesir tersebut kemudian diperkuat dengan ditandatanganinya Perjanjian Persahabatan Indonesia Mesir di Kairo. Situasi menjelang penandatanganan perjanjian tersebut duta besar Belanda di Mesir menyerbu masuk ke ruang kerja Perdana Menteri Mesir Nokrasi Pasha untuk mengajukan protes sebelum ditandatanganinya perjanjian tersebut. Kedatangan Duta besar Belanda bertujuan mengingatkan Mesir tentang hubungan ekonomi Mesir dan Belanda serta janji dukungan Belanda terhadap Mesir dalam masalah Palestina di PBB. Menanggapi protes dan ancaman Belanda tersebut PM Mesir memberikan jawaban sebagai berikut: menyesal kami harus menolak protes Tuan, sebab Mesir selaku negara berdaulat dan sebagai negara yang berdasarkan Islam tidak bisa tidak mendukung perjuangan bangsa Indonesia yang beragama Islam. Ini adalah tradisi bangsa Mesir dan tidak dapat diabaikan. Raja Farouk Mesir juga menyampaikan alasan dukungan Mesir dan Liga Arsb kepada Indonesia dengan mengatakan karena persaudaran Islamlah, terutama, kami membantu dan mendorong Liga Arab untuk mendukung perjuangan bangsa Indonesia dan mengakui kedaulatan negara itu
Dengan
adanya pengakuan Mesir tersebut Indonesia secara de jure adalah negara
berdaulat. Masalah Indonesia menjadi masalah Internasional. Belanda sebelumnya
selalu mengatakan masalah Indonesia masalah dalam negeri Belanda. Pengakuan
Mesir dan Liga Arab mengundang keterlibatan pihak lain termasuk PBB dalam
penyelesaian masalah Indonesia.
Suatu kondisi yang patut kita kritisi selang beberapa tahun dari kemerdekaan Indonesia, Israel memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 1948 pada pukul 18.01. Sepuluh menit kemudian, pada pukul 18.11, Amerika Serikat langsung mengakuinya. Pengakuan atas Israel juga dinyatakan segera oleh Inggris, Prancis dan Uni Soviet. Seharusnya hal yang sama bisa saja dilakukan oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Uni Soviet untuk mengakui kemerdekaan Indonesia pada saat itu. Tetapi hal tersebut tidak terjadi, justru negara-negara Muslim lah yang berkontribusi konkret dalam mengakui dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Buktinya pada 11 November 1945 melalui pidato dari radio Delhi, Jinnah menginstruksikan agar tentara India Muslim tidak ikut bertempur melawan pejuang Indonesia. Akibatnya, empat hari kemudian, 400 orang tentara India Muslim melakukan disersi. Di Surabaya disersi itu melibatkan Kapten Mohammad Zia Ul-Haqq yang belakangan menjadi Presiden Pakistan. Pada 8 November itu juga Masyumi menghubungi Raja Ibnu Suud dan memohon agar beliau memaklumkan kemerdekaan Indonesia kepada jamaah haji yang sedang wuquf di Padang Arafah dan meminta agar jamaah haji mendoakan perjuangan bangsa Indonesia.
Suatu kondisi yang patut kita kritisi selang beberapa tahun dari kemerdekaan Indonesia, Israel memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 1948 pada pukul 18.01. Sepuluh menit kemudian, pada pukul 18.11, Amerika Serikat langsung mengakuinya. Pengakuan atas Israel juga dinyatakan segera oleh Inggris, Prancis dan Uni Soviet. Seharusnya hal yang sama bisa saja dilakukan oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Uni Soviet untuk mengakui kemerdekaan Indonesia pada saat itu. Tetapi hal tersebut tidak terjadi, justru negara-negara Muslim lah yang berkontribusi konkret dalam mengakui dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Buktinya pada 11 November 1945 melalui pidato dari radio Delhi, Jinnah menginstruksikan agar tentara India Muslim tidak ikut bertempur melawan pejuang Indonesia. Akibatnya, empat hari kemudian, 400 orang tentara India Muslim melakukan disersi. Di Surabaya disersi itu melibatkan Kapten Mohammad Zia Ul-Haqq yang belakangan menjadi Presiden Pakistan. Pada 8 November itu juga Masyumi menghubungi Raja Ibnu Suud dan memohon agar beliau memaklumkan kemerdekaan Indonesia kepada jamaah haji yang sedang wuquf di Padang Arafah dan meminta agar jamaah haji mendoakan perjuangan bangsa Indonesia.
Simpati
rakyat Mesir terhadap perjuangan di Indonesia antara lain juga diperlihatkan
pada rapat umum partai-partai politik dan organisasi massa pada 30 Juli 1947,
di antara pembicara bahkan terdapat (Presiden) Habib Burguiba dari Tunisia dan
Allal A Fassi, pemimpin Maroko. Rapat umum itu menyetujui satu resolusi. Antara
lain: (1). Pemboikotan barang-barang buatan Belanda di seluruh negara-negara
Arab; (2). Pemutusan hub diplomatik antara negara-negara Arab dan Belanda. (3).
Penutupan pelabuhan-pelabuhan dan lapangan-lapangan terbang di wilayah Arab
terhadap kapal-kapal dan pesawat-pesawat Belanda (secara konkret poin ini
dilaksanakan di Terusan Suez); (3). Pembentukan tim-tim kesehatan untuk
menolong korban-korban agresi Belanda (secara konkret Mesir mengirim misi Bulan
Merah ke Indonesia lengkap dengan obat, alat kesehatan dan tim dokter).
Setiap aksi
Belanda di tanah air kita yang mengancam kemerdekaan Indonesia disambut dengan
demonstrasi-demonstrasi anti Belanda di negara-negara Timur Tengah. Mengingat
perjalanan sejarah tersebut, adalah suatu keharusan bangsa dan negara Indonesia
berperan aktif dalam menyelesaian krisis di Palestina, Libanon dan
negara-negara Islam lainnya khususnya di Timur Tengah.
Sejarah
Dalam Negeri
Pada tanggal
6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima di Jepang,
oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di
seluruh dunia. Sehari kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan
mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua
dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika
Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno,
Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua
BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam
untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang
di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara
itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar
berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang
bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk
kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Syahrir memberitahu penyair
Chairil Anwar tentang dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah
menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah. Syahrir mengetahui hal itu
melalui siaran radio luar negeri, yang ketika itu terlarang. Berita ini
kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir.
Pada tanggal
12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan
kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat
dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI.[1] Meskipun
demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari
kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat,
Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena
menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang
setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan
dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan
kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.
Sementara
itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan mungkin
harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan
kekerasan. Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke
seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-bagikan.
Soekarno
belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI
saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat
sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan
Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah
hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir
menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI
hanya merupakan ‘hadiah’ dari Jepang.
Proklamasi
kemerdekaan
Mendengar
kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan
seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan “Proklamasi” pada hari
berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran
sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air
(PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman
Soekarno.
Pada 18
Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno
sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan
konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat
dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus
dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra,
Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
Perang
kemerdekaan
Dari 1945
hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha
kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar
Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk
membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha
Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali
ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia,
akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27
Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun
peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan
kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60
PBB.
0 komentar:
Posting Komentar