1.
Tarian
tradisional Korea
Tarian tradisional Korea (한국 무용; Hanguk Muyong) adalah bentuk seni tari yang
berasal dari kebudayaan masyarakat Korea. Tarian tradisional Korea dibedakan
menjadi 2 buah kategori, yakni tarian istana dan tarian rakyat. Teks sejarah
menuliskan tentang kegemaran rakyat Korea kuno menari dan menyanyi
berhari-hari, bermalam-malam sebagai bagian dari ritual pemujaan kepada dewa-dewa.
Mereka juga menari untuk mengekspresikan jiwa (sin) dan kegembiraan (heung).
Selendang
Melalui teks-teks kuno, penari Korea pada masa lalu
selalu menari dengan selendang panjang di tangan (hansam). Ada pepatah Korea
yang berbunyi, ”Seseorang yang memiliki selendang panjang adalah penari yang
bagus dan seseorang yang memiliki banyak uang adalah pedagang yang sukses ” Hal
ini mengilustrasikan hal yang dianggap penting sebagai tarian yang indah oleh
orang Korea kuno dan mengindikasikan gaya utama tarian tradisional mereka.
Ø Sejarah
Zaman Tiga Kerajaan
Korea memiliki sejarah tarian yang panjang dan beragam. Namun begitu,
dikarenakan kondisi yang tidak menguntungkan, hanya sedikit saja bahan bukti
yang dapat menjelaskan tentang tarian Korea di zaman kuno.
Goguryeo
Tari dari zaman kerajaan Goguryeo (37 SM-668 M) merupakan bukti paling awal yang
menunjukkan seni tari rakyat Korea. Ini diketahui melalui lukisan dinding kuno bernama Muyongchong (Makam Penari) dari
abad ke-5 sampai 6 Masehi. Lukisan dinding Muyongchong memperlihatkan 5 orang
penari mengenakan kostum dengan selendang tangan yang panjang sambil berbaris
dan mengangkat tangan. Tujuh orang penyanyi laki-laki dan perempuan digambarkan
berada di bagian bawah lukisan. Li Bai, seorang penyair Cina yang
terkenal menuliskan puisi tentang tarian Goguryeo pada saat dipentaskan di
istana Dinasti Tang, yang berbunyi:
Mengenakan mahkota emas, sang penari,
|
Seperti kuda putih, berputar dengan gemulai
|
Selendang putihnya berkibar melawan angin,
|
Seperti burung, dari Laut Timur
|
Ø Baekje
Di Baekje,
rakyatnya menarikan Takmu, tarian yang ditampilkan pada saat
musim tanam antara bulan Mei sampai Oktober. Tari ini tertulis pada teks
sejarah dan diperkirakan merupakan asal mula dari kesenian nongak (musik petani). Takmu merupakan
tarian yang ditarikan secara berkelompok dimana semua warga desa ikut berpartisipasi serta memainkan
alat musik. Seorang seniman Baekje
bernama Mimaji memperkenalkan kesenian giak
ke Jepang dan sampai sekarang masih
dipentaskan di Korea dan Jepang dalam bentuk sendratari topeng.
Ø Silla
Seni tari rakyat kerajaan Silla mengkombinasikan elemen-elemen
budaya dari Baekje, Goguryeo dan Cina. Sebagian besar karya tari dan
musik dipengaruhi oleh tema-tema agama Buddha. Tari-tarian ini umumnya dinikmati
oleh kaum bangsawan. Beberapa
buah tarian diwariskan ke dinasti-dinasti berikutnya sampai saat ini, antara
lain Geommu (tari pedang) dan Cheoyongmu (tari Cheoyong). Keduanya berasal dari
tari rakyat namun diperkenalkan ke istana sehingga memikat banyak orang dari
kedua kelas. Jenis tarian lain yang masih hidup saat ini antara lain Muaemu (tari biksu Wonhyo), Saseonmu (tari
empat dewa), dan Seonyurak (tari pesta
perahu). Geommu, Cheoyongmu, dan Muaemu adalah tarian yang bernuansa patriotisme dan semangat, sementara Saseonmu dan Seonyurak lebih bertema harapan akan perdamaian.
Ø Dinasti Goryeo
Dinasti Goryeo (918-1392) menyerap dasar-dasar
kebudayaan dan kesenian Silla, termasuk
seni tari. Berbagai festival dari masa
Silla seperti Palgwanhoe dan Yeondeunghoe masih dirayakan dengan meriah di
periode ini, bahkan menjadi perayaan terpenting bagi kerajaan dan rakyat
jelata. Walau Buddhisme adalah
agama negara, masyarakat Goryeo juga menganut agama asli, Shamanisme. Oleh karena itu, perayaan-perayaan
agama Buddha dan Shamanisme dapat berdampingan bahkan Palgwanhoe yang memuja
dewa-dewa Shamnisme lebih penting daripada Yeondeunghoe yang memuja Buddha.
Kesenian agama Buddha pun dipadukan dengan unsur-unsur Shamanisme yang
kental.Musik yang dimainkan dalam ritual agama Buddha dinamakan Beompae dan tariannya dinamakan Jakbeop, terutama dipentaskan untuk
mendoakan arwah orang mati. Tarian Jakbeop (Jakbeop-mu) sebagian besar
ditampilkan dalam bagian shikdang-jakbeop pada Yeongsanjae, upacara agama Buddha Korea yang
paling besar. Jakbeopmu mencerminkan ritual Shamanisme yang dilakukan untuk
menentramkan jiwa orang mati dan mengirimkannya ke surga.
Ø Dinasti Joseon
Dinasti Joseon menganut paham Konfusianisme dan kehidupan masyarakat berubah
dari aristokratik menjadi birokratik. Karena paham Konfusianisme dalam
pemerintahan Joseon mencakup aspek ritual (ye) dan musik (ak), maka raja ikut mendukung
bidang seni dan kebudayaan. Hasilnya adalah berkembang
pesatnya tari-tarian istana dengan jumlah yang diciptakan mencapai 36 jenis
sehingga totalnya jika digabungkan dengan tarian dari masa sebelumnya hingga
akhir dinasti, mencapai 53 jenis. Perkembangan pesat dalam seni tari dan musik
dimaksudkan untuk memperkuat fondasi dinasti dan sebagai harapan akan kesejahteraan
bangsa dan negara. Di awal periode ini, Raja Sejong mulai bertanggung jawab mengelola
bidang seni musik dan tari Joseon. Banyak karya musik dan tari diciptakan dan
pada masa pemerintahannya tidak hanya repertoar musik menjadi semakin
bervariasi, namun untuk pertama kalinya beberapa tarian dikombinasikan menjadi
pertunjukkan drama. Selain itu, langkah besar diambil dalam bidang musik dan
tari dengan mempraktikkan ”Yin Yang dan Lima Negara” menjadi tarian baru,
contohnya adalah Obang Cheoyongmu dan Jeongdaeeop.
Ø Tarian istana
Tarian istana (궁중무용; Gungjung
Muyong) yang dipentaskan di istana ditampilkan oleh para penari profesional
untuk tujuan kesenangan dan memiliki karakter yang berbeda dari tarian festival
istana atau tarian rakyat yang mengikutsertakan orang-orang untuk menari
bersama. Berdasarkan lukisan di makam dinding Goguryeo, dipercaya tarian istana
Korea telah ada sejak zaman Tiga Kerajaan.
Ø Tarian rakyat
Tarian rakyat Korea (민속무용) bermula
dari berbagai ritual keagamaan dan upacara
pemujaan kepada dewata-dewata shamanisme (gut) serta perayaan-perayaan rakyat.
Tarian rakyat yang lahir dari peristiwa-peristiwa ini dibentuk dan dipelihara
oleh masyarakat sebagai hal yang penting dalam kehidupan mereka. Lama-kelamaan
tarian-tarian ini menyatu ke dalam berbagai aktivitas masyarakat selain
kegiatan religius seperti untuk hiburan dan kesenian
2.
Tari Kecak
Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/,
secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif: Ketjak, Ketjack), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada
tahun 1930-an
dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak
(puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan
irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan,
menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana.
Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang,
yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar[1],
melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian
menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.
Para penari yang duduk melingkar tersebut
mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka.
Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh
Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.
Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian
sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan
yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.
Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama
dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan
tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan
tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
0 komentar:
Posting Komentar