Kota
Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah penduduk. Sedangkan wilayah
Bandung Raya (Wilayah
Metropolitan Bandung)
merupakan metropolitan terbesar ketiga di Indonesia setelah Jabodetabek dan Gerbangkertosusila (Grebangkertosusilo). Di kota yang bersejarah ini, berdiri sebuah perguruan tinggi teknik pertama di Indonesia (Technische
Hoogeschool te Bandoeng - TH Bandung, sekarang Institut
Teknologi Bandung - ITB)[2], menjadi ajang pertempuran di masa kemerdekaan[3], serta pernah menjadi tempat berlangsungnya Konferensi
Asia-Afrika 1955,[4] suatu pertemuan yang menyuarakan semangat anti kolonialisme, bahkan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dalam pidatonya mengatakan bahwa Bandung adalah
ibu kotanya Asia-Afrika.[5]
Pada tahun 1990 kota Bandung menjadi salah satu kota paling
aman di dunia berdasarkan survei majalah Time.[6]
Suasana
Jalan Braga ke arah utara pada tahun (1908)
Kata
"Bandung" berasal dari kata bendung atau bendungan
karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Perahu yang lalu membentuk telaga. Legenda
yang diceritakan oleh orang-orang tua di Bandung mengatakan bahwa nama
"Bandung" diambil dari sebuah kendaraan air yang terdiri dari dua
perahu yang diikat berdampingan yang disebut perahu bandung yang
digunakan oleh Bupati Bandung, R.A. Wiranatakusumah II, untuk melayari Ci Tarum
dalam mencari tempat kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota
yang lama di Dayeuhkolot.
Berdasarkan
filosofi Sunda, kata "Bandung" berasal dari kalimat "Nga-Bandung-an
Banda Indung", yang merupakan kalimat sakral dan luhur karena mengandung
nilai ajaran Sunda. Nga-"Bandung"-an artinya menyaksikan atau
bersaksi. "Banda" adalah segala sesuatu yang berada di alam hidup
yaitu di bumi dan atmosfer, baik makhluk hidup maupun benda mati.
"Indung" adalah Bumi, disebut juga sebagai "Ibu Pertiwi"
tempat "Banda" berada. Dari Bumi-lah semua dilahirkan ke alam hidup
sebagai "Banda". Segala sesuatu yang berada di alam hidup adalah "Banda
Indung", yaitu Bumi, air, tanah, api, tumbuhan, hewan, manusia dan segala
isi perut bumi. Langit yang berada diluar atmosfir adalah tempat yang
menyaksikan, "Nu Nga-Bandung-an". Yang disebut sebagai Wasa atau
Sanghyang Wisesa, yang berkuasa di langit tanpa batas dan seluruh alam semesta
termasuk Bumi. Jadi kata Bandung mempunyai nilai filosofis sebagai alam tempat
segala makhluk hidup maupun benda mati yang lahir dan tinggal di Ibu Pertiwi
yang keberadaanya disaksikan oleh yang Maha Kuasa.
Kota
Bandung secara geografis memang terlihat dikelilingi oleh pegunungan, dan ini
menunjukkan bahwa pada masa lalu kota Bandung memang merupakan sebuah telaga
atau danau. Legenda Sangkuriang merupakan legenda yang menceritakan bagaimana terbentuknya
danau Bandung, dan bagaimana terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu, lalu bagaimana pula keringnya
danau Bandung sehingga meninggalkan cekungan seperti sekarang ini. Air dari
danau Bandung menurut legenda tersebut kering karena mengalir melalui sebuah
gua yang bernama Sangkyang
Tikoro.
Daerah
terakhir sisa-sisa danau Bandung yang menjadi kering adalah Situ Aksan, yang
pada tahun 1970-an masih merupakan danau tempat berpariwisata, tetapi saat ini
sudah menjadi daerah perumahan untuk pemukiman.
Kota
Bandung mulai dijadikan sebagai kawasan pemukiman sejak pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, melalui Gubernur Jenderalnya waktu
itu Herman Willem Daendels, mengeluarkan surat keputusan
tanggal 25 September 1810 tentang pembangunan sarana dan
prasarana untuk kawasan ini. Dikemudian hari peristiwa ini diabadikan sebagai
hari jadi kota Bandung.
Kota
Bandung secara resmi mendapat status gemeente (kota) dari Gubernur Jenderal J.B. van
Heutsz pada
tanggal 1 April 1906[11] dengan luas wilayah waktu itu sekitar 900 ha, dan bertambah
menjadi 8.000 ha di tahun 1949, sampai terakhir bertambah menjadi
luas wilayah saat ini.[12]
Pada
masa perang kemerdekaan, pada 24 Maret
1946,
sebagian kota ini di bakar oleh para pejuang kemerdekaan sebagai bagian dalam
strategi perang waktu itu. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api dan diabadikan dalam lagu Halo-Halo
Bandung.
Selain itu kota ini kemudian ditinggalkan oleh sebagian penduduknya yang mengungsi
ke daerah lain.
Pada
tanggal 18 April 1955 di Gedung Merdeka yang dahulu bernama "Concordia" (Jl. Asia Afrika,
sekarang), berseberangan dengan Hotel Savoy Homann, diadakan untuk pertama kalinya Konferensi Asia-Afrika yang kemudian kembali KTT Asia-Afrika 2005 diadakan di kota ini pada 19 April-24 April
2005
0 komentar:
Posting Komentar