Nyi Roro Kidul atau Kanjeng Ratu Kidul adalah
sebuah cerita legendaris Indonesia, yang dikenal sebagai Ratu Laut Selatan Jawa
(Samudera Hindia atau Samudra selatan dari pulau Jawa) Dia juga disebut sebagai
permaisuri dari Sultan Mataram, dimulai dengan Senopati dan berlanjut sampai
sekarang. Nyai Roro Kidul memiliki banyak nama yang berbeda, yang
mencerminkan beragam cerita-cerita asal di banyak kisah-kisah, legenda, mitos
dan tradisional cerita rakyat.
Menurut Babad Tanah Jawi (abad ke-19), menceritakan
tentang adanya seorang raja di Pajajaran yang bernama
Raja Mudingsari memiliki putri bernama Ratna Suwinda, putri ini memiliki
kegemaran bertapa, sehingga pangeran-pangeran yang meminangnya di tolak semua.
Hal ini membuat Raja Mudingsari marah dan mengusirnya. Ratna Suwinda mengembara
bertujuan untuk mencari tempat yang cocok untuk bertapa, akhirnya sampailah di
Gunung Kumbang dan bertapa dipuncak gunung tersebut, dipuncak gunung terdapat
sebuah pohon cemara yang digunakan oleh Dewi Ratna Suwinda bila beralih rupa
menjadi laki-laki dengan nama Hajar Cemoro Tunggal. Ada seorang pangeran dari
Kerajaan Pajajaran, Joko Suruh, bertemu dengan seorang pertapa yang
memerintahkan agar dia menemukan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Karena sang
pertapa berubah menjadi seorang wanita muda yang cantik, Joko Suruh pun jatuh
cinta kepadanya. Tapi sang pertapa yang ternyata merupakan adik kakek Joko
Suruh, bernama Ratna Suwinda, menolak cintanya. Ratna Suwida mengasingkan diri
untuk bertapa di sebuah bukit. Kemudian ia pergi ke pantai selatan Jawa dan
menjadi penguasa spiritual di sana. Ia berkata kepada pangeran, jika keturunan
pangeran menjadi penguasa di kerajaan yang terletak di dekat Gunung Merapi, ia
akan menikahi seluruh penguasa secara bergantian (Sholikhin, 2009 : 88-89).
Disini akan diceritakan dalam versi cerita rakyat
Pajajaran, hal ini dikarenakan di ujung timur Pulau Jawa kita akan menemukan
kembali kisah tersebut. Adapun kisah cerita dimulai dari versi rakyat Pajajaran
adalah sebagai berikut:
Suatu ketika pada masa Prabu Mundingwesi memerintah di
Kerajaan Pajajaran, telah memiliki seorang anak perempuan cantik. Ia dinamai
Putri Kadita atau Putri Srengenge. Namun Prabu Mundingwesi menginginkan anak
laki-laki maka Raja pun menikah lagi dengan dewi Mutiara dan memiliki anak
laki-laki. Pada suatu ketika Dewi Mutiara berkata kepada sang Prabu bahwa kelak
yang menjadi raja adalah anak hasil keturunannya dan supaya mengusir Kandita
dari keratin, namun Prabu Mundingwesi menolaknya. Akhirnya Dewi Mutiara menenun
Kadita menjadi berwajah jelek dan berbisul serta bau. Di bawah pengaruh Dewi
Mutiara dan Patihnya, Prabu Mundingwesi pun mengusir anak dari keraton karena
dikhawatirkan mereka akan mendatangkan malapetaka bagi kerajaan. Dalam kondisi tersebut,
Putri Kadita pergi tanpa tujuan. Putri Kadita terus berjalan menuju selatan
hingga sampai di Laut Selatan. Putri Kadita memandang laut tersebut, tiba-tiba
ada suara yang menyuruhnya terjun kelaut. Putri Kadita langsung melompat dari
tebing curam ke tengah gulungan ombak, dan berenang di Laut Selatan. Saat
berenang penyakitnya hilang seketika. Selain sembuh dan kembali cantik, ia juga
beroleh kekuatan gaib serta menguasai Laut Selatan. Sejak itu ia disebut
sebagai Nyi Loro Kidul (yang artinya loro = derita, kidul = selatan), atau Nyai
Roro Kidul sang Ratu Penguasa Laut Selatan (Sholikhin, 2009 : 85-87).
Dari versi Keraton Yogyakarta, Nyi Loro Kidul
sebenarnya adalah putra (anak) dari seorang begawan bernama Abdi Waksa Geni. Ia
berasal dari keluarga dengan dua bersaudara. Saudara kandungnya bernama
Nawangsari, sedangkan nama dia yang sesungguhnya tidak diketahui. Awalnya,
sewaktu masih menjadi manusia biasa Nyi Loro Kidul adalah gadis yang buruk
rupa. Sedangkan saudara kandungnya sangat cantik. Kondisi ini membuat Nyi Loro
kidul merasa minder bergaul dengan orang-orang di lingkungannya. Karena ayahnya
seorang abdi, maka ayahnya selalu mengingatkan ia untuk tidak bersikap
demikian. Sebagai usaha menghilangkan perasaan minder itu, ayah Nyi Loro Kidul
meminta ia agar mandi dan bertapa di laut selatan. Pada saat mandi itulah ia
didatangi oleh seorang dewa. Dewa itu menawarinya untuk merubah wajahnya
menjadi cantik, dengan syarat dia harus mau diangkat jadi ratu di pantai laut
selatan. Dengan adanya tawaran itu sang putri mau menerima, karena sudah
terlanjur tidak mau bergaul dengan orang lain.
Maka jadilah ia seorang yang cantik dan menguasai
Kerajaan Laut Selatan, seperti yang dipercaya orang sampai saat ini.
Keterkaitan antara kerjaan Mataram dengan Nyi Loro Kidul bermula pada saat sang
raja ditawari menikah denganya. Ratu kidul sangat tergila-gila pada sang raja
yang memiliki wajah yang sangat tampan. Pertemuan Nyi Loro Kidul dengan raja
Mataram bermula pada saat sang raja bertapa di pantai Parangkusumo. Saat
bertapa itu ratu Laut Kidul menemui Sang raja. Ratu Laut kidul menyukai sang
raja dan mengatakan bahwa jika raja mau menjadi suaminya ia berjanji akan
membantu menjaga kerajaan mataram sampai akhir hayatnya, bahkan sampai kiamat.
Sebagai wujud kepercayaan mereka terhadap keberadaan
Nyi Loro Kidul, pihak keraton selalu mengadakan suatu kegiatan sebagai upacara
untuk menghormati Sang Ratu. Kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan labuhan
yang dilaksanakan di pantai selatan. Labuhan yang dilaksanakan oleh Raja
Yogyakarta dilaksanakan di Parangtritis. Upacara menghormati Nyai Roro Kidul
ini serupa dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat Jawa Timur yang memiliki
daerah dengan batas Samudra Hindia atau Laut Selatan.
Dari uraian dua versi di atas, dapat disimpulkan
beberapa persamaan akan kisah tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. versi Pajajaran; Prabu Mundingwesi mengusir anak keraton karena dikhawatirkan mereka akan mendatangkan malapetaka bagi kerajaan karena menderita sakit kulit yang parah. Versi Jojakarta: Nyi Loro Kidul adalah gadis yang buruk rupa oleh karena itu dia di suruh ayahnya Begawan Abdi Waksa Geni untuk pergi mandi dan bertapa di laut selatan. Dalam versi Babad Tanah Jawa Ratna Suwandi di usir oleh Raja Mudingsari karena kebiasaan bertapa.
2. versi Pajajaran: Putri Kadita terus berjalan menuju selatan sampai akhirnya tiba di laut selatan. Versi Jogjakarta: Nyai Loro Kidul pergi ke laut selatan untuk mandi dan bertapa. Versi Babad Tanah Jawi, Ratna Suwida pergi ke pantai selatan Jawa.
3. Versi Pajajaran: Ada suara gaib agar Putri Kadita terjun ke laut selatan. Versi Jogjakarta: Pada saat mandi Nyai Loro didatangi oleh seorang dewa. Dewa itu menawarinya untuk merubah wajahnya menjadi cantik. Menurut versi Babad Tanah Jawa Ratna Suwida bertapa agar hidup abadi.
4. Versi Pajajaran: Putri Kadita melompat dari tebing curam ke tengah gulungan ombak, dan berenang di Laut Selatan. Penyakitnya menjadi sembuh.Versi Jogjakarta: Dengan adanya tawaran itu sang putri mau menerima, karena sudah terlanjur tidak mau bergaul dengan orang lain. Maka jadilah ia seorang wanita yang cantik.
Versi Babad Tanah Jawi Ratna Suwida mengasingkan diri untuk bertapa di sebuah bukit. Kemudian ke laut selatan namun dengan syarat menjadi makluk halus.
5. versi Pajajaran: Sang putri Kandita harus tetap tinggal di Laut Selatan. Versi Jgjakarta: Nyai Loro diangkat jadi ratu di pantai laut selatan. Versi Babad Tanah Jawi . Ratna Suwida menjadi penguasa Laut selatan Jawa.
1. versi Pajajaran; Prabu Mundingwesi mengusir anak keraton karena dikhawatirkan mereka akan mendatangkan malapetaka bagi kerajaan karena menderita sakit kulit yang parah. Versi Jojakarta: Nyi Loro Kidul adalah gadis yang buruk rupa oleh karena itu dia di suruh ayahnya Begawan Abdi Waksa Geni untuk pergi mandi dan bertapa di laut selatan. Dalam versi Babad Tanah Jawa Ratna Suwandi di usir oleh Raja Mudingsari karena kebiasaan bertapa.
2. versi Pajajaran: Putri Kadita terus berjalan menuju selatan sampai akhirnya tiba di laut selatan. Versi Jogjakarta: Nyai Loro Kidul pergi ke laut selatan untuk mandi dan bertapa. Versi Babad Tanah Jawi, Ratna Suwida pergi ke pantai selatan Jawa.
3. Versi Pajajaran: Ada suara gaib agar Putri Kadita terjun ke laut selatan. Versi Jogjakarta: Pada saat mandi Nyai Loro didatangi oleh seorang dewa. Dewa itu menawarinya untuk merubah wajahnya menjadi cantik. Menurut versi Babad Tanah Jawa Ratna Suwida bertapa agar hidup abadi.
4. Versi Pajajaran: Putri Kadita melompat dari tebing curam ke tengah gulungan ombak, dan berenang di Laut Selatan. Penyakitnya menjadi sembuh.Versi Jogjakarta: Dengan adanya tawaran itu sang putri mau menerima, karena sudah terlanjur tidak mau bergaul dengan orang lain. Maka jadilah ia seorang wanita yang cantik.
Versi Babad Tanah Jawi Ratna Suwida mengasingkan diri untuk bertapa di sebuah bukit. Kemudian ke laut selatan namun dengan syarat menjadi makluk halus.
5. versi Pajajaran: Sang putri Kandita harus tetap tinggal di Laut Selatan. Versi Jgjakarta: Nyai Loro diangkat jadi ratu di pantai laut selatan. Versi Babad Tanah Jawi . Ratna Suwida menjadi penguasa Laut selatan Jawa.
Selain Versi Pajajaran dan Versi Jogjakarta, terdapat
pula versi dari kalangan masyarakat Banten Kidul yang hampir mirip
kisahnya,disebutkan bahwa gelar Kanjeng Ratu Nyai Roro Kidul yang artinya Ratu
Penguasa di Selatan. diantaranya diceritakan sebagai berikut.
Diceritakan bahwa Nyai Roro Kidul merupakan putri
Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pakuan Pajajaran. Ibunya merupakan permaisuri
kinasih dari Prabu Siliwangi. Nyai Roro Kidul yang semula bernama Putri
Kandita, memiliki paras yang sangat cantik dan kecantikannya itu melebihi
kecantikan ibunya. Oleh karena itu,tidaklah mengherankan kalau Putri Kandita
menjadi anak kesayangan Prabu Siliwangi.Sikap Prabu Siliwangi yang begitu
menyayangi Putri Kandita telah menumbuhkan kecemburuan dari selir dan
putra-putri raja lainnya. Kecemburuan itu yang kemudian melahirkan
persengkokolan di kalangan mereka untuk menyingkirkan Putri Kandita dan ibunya
dari sisi raja dan lingkungan istana Pakuan Pajajaran.Rencana tersebut dapat
dilaksanakan dengan memanfaatkan ilmu hitam sehingga Putri Kandita dan ibunya
terserang suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan.Di sekujur tubuhnya, yang
semula sangat mulus dan bersih, timbul luka borok bernanah dan mengeluarkan bau
tidak sedap (anyir). Akibat penyakitnya itu, Prabu Siliwangi mengucilkan mereka
meskipun masih tetap berada di lingkungan istana. Akan tetapi, atas desakan
selir dan putra-putrinya, Prabu Siliwangi akhirnya mengusir mereka dari istana
Pakuan Pajajaran.
Mereka berdua keluar dari istana dan berkelana ke arah
selatan dari wilayah kerajaan tanpa tujuan. Selama berkelana, Putri Kandita
kehilangan ibunya yang meninggal dunia di tengah-tengah perjalanan. Suatu hari,
sampailah Putri Kandita di tepi sebuah aliran sungai. Tanpa ragu, ia kemudian
meminum air sungai sepuas-puasnya dan rasa hangat dirasakan oleh tubuhnya.
Tidak lama kemudian, ia merendamkan dirinya ke dalam air sungai itu. Setelah
merasa puas berendam di sungai itu, Putri Kandita merasakan bahwa tubuhnya kini
mulai nyaman dan segar. Rasa sakit akibat penyakit boroknya itu tidak terlalu
menyiksa dirinya. Kemudian ia melanjutkan pengembaraannya dengan mengikuti
aliran sungai itu ke arah hulu. Setelah lama berjalan mengikuti aliran sungai
itu, ia menemukan beberapa mata air yang menyembur sangat deras sehingga
semburan mata air itu melebihi tinggi tubuhnya. Putri Kandita menetap di dekat
sumber air panas itu.Dalam kesendiriannya, ia kemudian melatih olah kanuragan.
Selama itu pula, Putri Kandita menyempatkan mandi dan berendam di sungai itu.
Tanpa disadarinya, secara berangsur-angsur penyakit yang menghinggapi tubuhnya
menjadi hilang. Setelah sembuh, Putri Kandita meneruskan pengembaraan dengan
mengikuti aliran sungai ke arah hilir dan ia sangat terpesona ketika tiba di
muara sungai dan melihat laut. Oleh karena itu, Putri Kandita memutuskan untuk
menetap di tepi laut wilayah selatan wilayah Pakuan Pajajaran.
Selama menetap di sana, Putri Kandita dikenal luas ke
berbagai kerajaan yang ada di Pulau Jawa sebagai wanita cantik dan sakti.
Mendengar hal itu, banyak pangeran muda dari berbagai kerajaan ingin
mempersunting dirinya. Menghadapi para pelamar itu, Putri Kandita mengatakan
bahwa ia bersedia dipersunting oleh para pangeran itu asalkan harus sanggup
mengalahkan kesaktiannya termasuk bertempur di atas gelombang laut yang ada di
selatan Pulau Jawa. Sebaliknya, kalau tidak berhasil memenangkan adu kesaktian
itu, mereka harus menjadi pengiringnya.Dari sekian banyak pangeran yang beradu
kesaktian dengan Putri Kandita, tidak ada seorang pangeran pun yang mampu
mengalahkan kesaktiannya dan tidak ada juga yang mampu bertarung di atas
gelombang laut selatan. Oleh karena itu, seluruh pangeran yang datang ke laut
selatan tidak ada yang menjadi suaminya, melainkan semuanya menjadi pengiring
Sang Putri. Kesaktiannya mengalahkan para pangeran itu dan kemampuannya
menguasai ombak laut selatan menyebabkan ia mendapat gelar Kanjeng Ratu Nyai
Roro Kidul yang artinya Ratu Penguasa di Selatan.
Kisah Nyai Roro Kidul tersebut
merupakan cerita rakyat yang di beritakan secara turu-temurun oleh masyarakat
Jawa hingga sekarang, menarik sekali untuk dikaji, hal ini di karenakan
berdasarkan cerita pujangga Yosodipuro dari Keraton Surakarta memberitakan
kisah Nyai Roro Kidul sebagai berikut.
Di kerajaan Kediri, terdapat seorang putra raja
Jenggala yang bernama Raden Panji Sekar Taji yang pergi meninggalkan
kerajaannya untuk mencari daerah kekuasaan baru. Pada masa pencariannya
sampailah ia di hutan Sigaluh yang didalamnya terdapat pohon beringin berdaun
putih dan bersulur panjang yang bernama waringin putih. Pohon itu ternyata
merupakan pusat kerajaan para lelembut (mahluk halus) dengan Sang Prabu
Banjaran Seta sebagai rajanya. Berdasarkan keyakinannya akan daerah itu, Raden
Panji Sekar Taji melakukan pembabatan hutan sehingga pohon waringin putih
tersebut ikut terbabat. Dengan terbabatnya pohon itu si Raja lelembut yaitu
Prabu Banjaran Seta merasa senang dan dapat menyempurnakan hidupnya dengan
langsung musnah ke alam sebenarnya. Kemusnahannya berwujud suatu cahaya yang
kemudian langsung masuk ke tubuh Raden Panji Sekar Taji sehingga menjadikan
dirinya bertambah sakti.
Alkisah, Retnaning Dyah Angin-Angin adalah saudara
perempuan Prabu Banjaran Seta yang kemudian menikah dengan Raden Panji Sekar
Taji yang selanjutnya dinobatkan sebagai Raja. Dari hasil perkawinannya, pada
hari Selasa Kliwon lahirlah putri yang bernama Ratu Hayu. Pada saat
kelahirannya putri ini menurut cerita, dihadiri oleh para bidadari dan semua
mahluk halus. Putri tersebut diberi nama oleh eyangnya (Eyang Sindhula), Ratu
Pegedong dengan harapan nantinya akan menjadi wanita tercantik dijagat raya.
Setelah dewasa ia benar-benar menjadi wanita yang cantik tanpa cacat atau
sempurna dan wajahnya mirip dengan wajah ibunya bagaikan pinang dibelah dua.
Pada suatu hari Ratu Hayu atau Ratu Pagedongan dengan menangis memohon kepada
eyangnya agar kecantikan yang dimilikinya tetap abadi. Dengan kesaktian eyang
Sindhula, akhirnya permohonan Ratu Pagedongan wanita yang cantik, tidak pernah
tua atau keriput dan tidak pernah mati sampai hari kiamat dikabulkan, dengan
syarat ia akan berubah sifatnya menjadi mahluk halus yang sakti mandra guna
(tidak ada yang dapat mengalahkannya).
Setelah berubah wujudnya menjadi mahluk halus, oleh
sang ayah Putri Pagedongan diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memerintah
seluruh wilayah Laut Selatan serta menguasai seluruh mahluk halus di seluruh
pulau Jawa. Selama hidupnya Ratu Pagedongan tidak mempunyai pedamping tetapi ia
diramalkan bahwa suatu saat ia akan bertemu dengan raja agung (hebat) yang
memerintah di tanah Jawa. Sejak saat itu ia menjadi Ratu dari rakyat yang
mahluk halus dan mempunyai berkuasa penuh di Laut Selatan.
Versi Keraton Surakarta ini juga memiliki kemiripan
akan kisahnya dengan cerita rakyat dari Pajajaran, Banten Kidul, dan
Jogjakarta. Untuk kerajaan surakarta, labuhan dilaksanakan di pantai
Parangkusumo
Ada suatu cerita di Kabupaten Banyuwangi juga
memiliki cerita rakyat yang hampir sama dengan cerita Nyai Roro Kidul. Kita
ketahui bahwa cerita kisah Nyai Roro Kidul bermula pada masa Mataram Islam
berkuasa. Pada saat Mataram dibawah kekuasaan Panembahan senopati 1575-1601
berambisi untuk menguasai Kerajaan Blambangan akhirnya tercapai juga. Sementara
itu Adipati Pasuruan Kaninten berusaha memisahkan diri dari belenggu kekuasaan
Mataram, akhirnya Adipati Kaninten bersekutu dengan Blambangan yang pada saat
itu di pegang oleh Prabu Santoadmodjo. Akhirnya perang berkobar, Pasuruan dapat
ditundukkan kembali namun Blambangan belum bisa dikuasai. Pada saat Mataram di
pegang Sultan Agung telah menyerang Blambanagan hingga 3 kali, yaitu 1625,
1636, dan 1639 Masehi (Oetomo, 1987: 27-29). Pada tahun terakhir tersebut
pasukan Mataram dibawah pimpinan Pangeran Selarong berhasil menaklukan
Blambangan pada tahun. Sebelum menaklukan Blambangan, Sultan Agung terlebih
dahulu menyerang daerah sekitarnya.
0 komentar:
Posting Komentar