-->
Dulu penari lengger adalah pria yang berdandan seperti wanita, kini penarinya umumnya wanita cantik sedangkan penari prianya hanyalah sebagai badut pelengkap yang berfungsi untuk memeriahkan suasana, badut biasanya hadir pada pertengahan pertunjukan. Jumlah penari lengger antara 2 sampai 4 orang, mereka harus berdandan sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat menarik, rambut kepala disanggul, leher sampai dada bagian atas biasanya terbuka, sampur atau selendang biasanya dikalungkan dibahu, mengenakan kain/jarit dan stagen. Lengger menari mengikuti irama khas Banyumasan yang lincah dan dinamis dengan didominasi oleh gerakan pinggul sehingga terlihat sangat menggemaskan. Peralatan gamelan calung terdiri dari gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong dan gong yang semuanya terbuat dari bambu wulung (hitam), sedangkan kendang atau gendang sama seperti gendang biasa. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lebih dikenal sebagai sinden. Satu grup calung minimal memerlukan 7 orang anggota terdiri dari penabuh gamelan dan penari/lengger.
SENI TRADISIONAL adalah
unsur kesenian yang menjadi
bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum/puak/suku/bangsa tertentu. Tradisional
adalah aksi dan tingkah laku yang keluar alamiah karena kebutuhan dari nenek
moyang yang terdahulu. Tradisi adalah bagian dari tradisional namun bisa musnah
karena ketidamauan masyarakat untuk mengikuti tradisi tersebut.
Salah satunya dalah kesenian tradisional
di banyumas…
Kesenian
Tradisional Banyumasan
Budaya Banyumasan juga diperkaya
dengan masuknya gaya budaya Mataram (Yogya-Solo) dan Sunda
(Pasundan/Priangan) dan kini mulai disisipi pernik-pernik kontemporer. Dari budaya Banyumasan ini lahir
bentuk-bentuk kesenian tradisional yang juga berkarakter Banyumasan seperti ebeg, lengger-calung, angguk,
wayang kulit gagrak Banyumasan, gendhing Banyumasan, begalan
dan lain-lain. Sedangkan di wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah Jawa
Barat lebih memiliki gaya budaya Pasundan seperti kesenian sisingaan, gendang rampak, rengkong,
calung dan lain-lain.
Ebeg
Ebeg' adalah jenis tarian rakyat yang berkembang di wilayah Banyumasan. Varian lain dari jenis kesenian
ini di daerah lain dikenal dengan nama kuda lumping atau jaran kepang, ada juga yang
menamakannya jathilan
(Yogyakarta) juga reog
(Jawa Timur) namun di wilayah Kecamatan Tambak (Wilayah Kabupaten Banyumas
bagian selatan) lebih dikenal dengan nama "ebeg". Tarian ini
menggunakan “ebeg” yaitu anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda berwarna
hitam atau putih dan diberi kerincingan. Penarinya mengenakan celana panjang
dilapisi kain batik
sebatas lutut dan berkacamata hitam, mengenakan mahkota dan sumping
ditelinganya. Pada kedua pergelangan tangan dan kaki dipasangi gelang-gelang
kerincingan sehingga gerakan tangan dan kaki penari ebeg selalu dibarengi
dengan bunyi kerincingan. Jumlah penari ebeg 8 oarang atau lebih, dua orang
berperan sebagai penthul-tembem, seorang berperan sebagai pemimpin atau dalang,
7 orang lagi sebagai penabuh gamelan, jadi satu grup ebeg bisa beranggotakan 16
orang atau lebih. Semua penari menggunakan alat bantu ebeg sedangkan
penthul-tembem memakai topeng. Tarian ebeg termasuk jenis tari massal,
pertunjukannya memerlukan tempat pagelaran yang cukup luas seperti lapangan
atau pelataran/halaman rumah yang cukup luas. Waktu pertunjukan umumnya siang
hari dengan durasi antara 1 – 4 jam. Peralatan untuk Gendhing pengiring yang
dipergunakan antara lain kendang, saron, kenong, gong dan terompet. Selain
peralatan Gendhing dan tari, ada juga ubarampe (sesaji) yang mesti disediakan
berupa : bunga-bungaan, pisang raja dan pisang mas, kelapa muda (dewegan),jajanan
pasar,dll. Untuk mengiringi tarian ini selalu digunakan lagu-lagu irama
Banyumasan seperti ricik-ricik, gudril,
blendrong,
lung gadung,eling-eling,( crebonan), dan lain-lain. Yang unik, disaat pagelaran,
saat trans (kerasukan/mendem) para pemainnya biasa memakan pecahan kaca
(beling) atau barang tajam lainnya, mengupas kelapa dengan gigi, makan padi
dari tangkainya, dhedek (katul), bara api, dll. sehingga menunjukkan
kekuatannya Satria,
demikian pula pemain yang manaiki kuda kepang menggambarkan kegagahan prajurit
berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukan ebeg dilengkapi
dengan atraksi barongan, penthul dan cepet. Dalam pertunjukannya, ebeg diiringi
oleh gamelan yang lazim disebut bendhe.
Laisan
Laisan adalah jenis kesenian yang
melekat pada kesenian ebeg. Laisan dilakukan oleh seorang pemain pria yang
sedang mendem, badannya ditindih dengan lesung terus dimasukkan ke dalam
kurungan, biasanya kurungan ayam, di dalam kurungan itulah Laisan berdandan
seperti wanita. Setelah terlebih dulu dimantra-mantara, kurunganpun dibuka, dan
munculah pria tersebut dengan mengenakan pakaian wanita lengkap. Laisan muncul
di tengah pertunjukan ebeg. Pada pertunjukan ebeg komersial, salah seorang
pemain biasanya melakukan thole-thole yaitu menari berkeliling arena sambil
membawa tampah untuk mendapatkan sumbangan. Laisan juga dikenal di wilayah lain
(wetan) dan mereka biasa menyebutnya Sintren.
Lengger-Calung
Kesenian tradisional lengger-calung
tumbuh dan berkembang di wilayah ini. Sesuai namanya, tarian lengger-calung
terdiri dari lengger (penari) dan calung (gamelan bambu), gerakan tariannya sangat
dinamis dan lincah mengikuti irama calung. Di antara gerakan khas tarian
lengger antara lain gerakan geyol, gedheg dan lempar sampur.
Dulu penari lengger adalah pria yang berdandan seperti wanita, kini penarinya umumnya wanita cantik sedangkan penari prianya hanyalah sebagai badut pelengkap yang berfungsi untuk memeriahkan suasana, badut biasanya hadir pada pertengahan pertunjukan. Jumlah penari lengger antara 2 sampai 4 orang, mereka harus berdandan sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat menarik, rambut kepala disanggul, leher sampai dada bagian atas biasanya terbuka, sampur atau selendang biasanya dikalungkan dibahu, mengenakan kain/jarit dan stagen. Lengger menari mengikuti irama khas Banyumasan yang lincah dan dinamis dengan didominasi oleh gerakan pinggul sehingga terlihat sangat menggemaskan. Peralatan gamelan calung terdiri dari gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong dan gong yang semuanya terbuat dari bambu wulung (hitam), sedangkan kendang atau gendang sama seperti gendang biasa. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lebih dikenal sebagai sinden. Satu grup calung minimal memerlukan 7 orang anggota terdiri dari penabuh gamelan dan penari/lengger.
Angguk
Tarian jenis ini sudah ada sejak
abad ke 17 dibawa para mubalig penyebar agama Islam yang datang dari wilayah
Mataram-Bagelen. Tarian ini disebut angguk karena penarinya sering memainkan
gerakan mengangguk-anggukan kepala. Kesenian angguk yang bercorak Islam ini
mulanya berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyiarkan agama Islam.
Sayangnya jenis kesenian ini sekarang semakin jarang dipentaskan. Angguk
dimainkan sedikitnya oleh 10 orang penari anak laki-laki berusia sekitar 12
tahun. Pakaian para penari umumnya berwarna hitam lengan panjang dengan
garis-garis merah dan kuning di bagian dada/punggung sebagai hiasan. Celana
panjang sampai lutut dengan hiasan garis merah pula, mengenakan kaos kaki
panjang sebatas lutut tanpa sepatu, serta memakai topi pet berwarna hitam.
Perangkat musiknya terdiri dari kendang, bedug, tambur, kencreng, 2 rebana,
terbang (rebana besar) dan angklung. Syair lagu-lagu Tari Angguk diambil dari kitab Barzanji
sehingga syair-syair angguk pada awalnya memang menggunakan bahasa Arab tetapi
akhir-akhir ini gerak tari dan syairnya mulai dimodifikasi dengan menyisipkan
gerak tari serta bahasa khas Banyumasan tanpa merobah corak aslinya. Bentuk
lain dari kesenian angguk adalah “aplang”, bedanya bila angguk dimainkan oleh
remaja pria maka “aplang” atau “daeng” dimainkan oleh remaja putri.
Wayang
Kulit Gagrag Banyumasan
Sebagaimana masyarakat Jawa pada
umumnya, masyarakat Banyumasan juga gemar menonton pertunjukan wayang kulit.
Pertunjukan wayang kulit di wilayah Banyumas lebih cenderung mengikuti
pedalangan “gagrag” atau gaya pedalangan khas Banyumasan. Seni pedalangan
gagrag Banyumasan sebenarnya mirip gaya Yogya-Solo bercampur Kedu baik dalam
hal cerita, suluk maupun sabetannya, bahasa yang dipergunakanpun tetap
mengikuti bahasa pedalangan layaknya, hanya bahasa para punakawan diucapkan
dengan bahasa Banyumasan. Nama-nama tokoh wayang umumnya sama, hanya beberapa
nama tokoh yang berbeda seperti Bagong (Solo) menjadi Bawor atau Carub. Menurut
model Yogya-Solo, Bagong merupakan putra bungsu Ki Semar, dalam versi Banyumas
menjadi anak tertua. Tokoh Bawor adalah maskotnya masyarakat Banyumas.
Ciri utama dari wayang kulit gagrag
Banyumasan adalah napas kerakyatannya yang begitu kental dan Ki Dalang memang
berupaya menampilkan realitas dinamika kehidupan yang ada di masyarakat. Tokoh
pedalangan untuk Wayang Kulit Gagrag Banyumasan yang terkenal saat ini antara lain
Ki Sugito Purbacarito, Ki Sugino Siswacarito, Ki Suwarjono dan lain-lain.
Gending
Banyumasan
Gending khas lagu-lagu Banyumasan
sangat mewarnai berbagai kesenian tradisional Banyumasan, bahkan dapat
dikatakan menjadi ciri khasnya, apalagi dengan berbagai hasil kreasi barunya
yang mampu menampilkan irama Banyumasan serta dialek Banyumasan. Ciri-ciri khas
lainnya antara lain mengandung parikan yaitu semacam pantun berisi sindiran
jenaka, iramanya yang lebih dinamis dibanding irama Yogya-Solo bahkan lebih
mendekati irama Sunda. Isi-isi syairnya umumnya mengandung nasihat, humor,
menggambarkan keadaan daerah Banyumas serta berisi kritik-kritik sosial
kemasyarakatan. Lagu-lagu gending Banyumasan dapat dimainkan dengan gamelan
biasa maupun gamelan calung bambu. Seperti irama gending Jawa pada umumnya,
irama gending Banyumasan mengenal juga laras slendro dan pelog.
Begalan
Begalan adalah jenis kesenian yang
biasanya dipentaskan dalam rangkaian upacara perkawinan yaitu saat calon
pengantin pria beserta rombongannya memasuki pelataran rumah pengantin wanita.
Disebut begalan karena atraksi ini mirip perampokan yang dalam bahasa Jawa
disebut begal. Yang menarik adalah dialog-dialog antara yang dibegal dengan
sipembegal biasanya berisi kritikan dan petuah bagi calon pengantin dan
disampaikan dengan gaya yang jenaka penuh humor. Upacara ini diadakan apabila
mempelai laki-laki merupakan putra sulung. Begalan merupakan kombinasi antara
seni tari dan seni tutur atau seni lawak dengan iringan gending. Sebagai
layaknya tari klasik, gerak tarinya tak begitu terikat pada patokan tertentu
yang penting gerak tarinya selaras dengan irama gending. Jumlah penari 2 orang,
seorang bertindak sebagai pembawa barang-barang (peralatan dapur), seorang lagi
bertindak sebagai pembegal/perampok. Barang-barang yang dibawa antara lain
ilir, ian, cething, kukusan, saringan ampas, tampah, sorokan, centhong, siwur,
irus, kendhil dan wangkring. Barang bawaan ini biasa disebut brenong kepang.
Pembegal biasanya membawa pedang kayu. Kostum pemain cukup sederhana, umumnya
mereka mengenakan busana Jawa. Dialog yang disampaikan kedua pemain berupa
bahasa lambang yang diterjemahkan dari nama-nama jenis barang yang dibawa,
contohnya ilir yaitu kipas anyaman bambu diartikan sebagai peringatan bagi
suami-isteri untuk membedakan baik buruk. Centhing, tempat nasi artinya bahwa
hidup itu memerlukan wadah yang memiliki tatanan tertentu jadi tidak boleh
berbuat semau-maunya sendiri. Kukusan adalah alat memasak atau menanak nasi,
ini melambangkan bahwa setelah berumah tangga cara berpikirnya harus
masak/matang. Selain menikmati kebolehan atraksi tari begalan dan irama
gending, penonton juga disuguhi dialog-dialog menarik yang penuh humor.
Biasanya usai pertunjukan, barang-barang yang dipikul diperebutkan para
penonton. Sayangnya pertunjukan begalan ini tidak boleh dipentaskan terlalu
lama karena masih termasuk dalam rangkaian panjang upacara pengantin.
Rengkong
Rengkong adalah kesenian yang
menyajikan bunyi-bunyian khas bagai suara kodok mengorek secara serempak yang
dihasilkan dari permainan pikulan bambu. Pikulan bambu tersebut berukuran besar
dan kuat tetapi ringan karena dibuat dari bambu yang sudah cukup tua, biasanya
menggunakan bambu tali dengan panjang sekitar 2,6 meter. Pada kedua ujung bambu
dibuat lobang persegi panjang selebar 1 cm, sekeliling bambu melintasi lobang
tersebut diraut sekedar tempat bertengger tali penggantung ikatan padi. Dua
ikat padi seberat ± 15 kg digayutkan dengan tali ijuk mengalungi sonari (badan
rengkong bambu di tempat yang diraut). Di tengah masing-masing ikatan padi ada
sunduk (tusuk) bambu sepanjang hampir 2 meter. Ujung atas sunduk bambu
dimasukkan ke badan bambu rengkong dekat gantungan tali ijuk. Cara
memainkannya, pikulan bambu rengkong yang berisi muatan padi diletakkan pada
bahu kanan (dipikul). Pemikul mengayun-ayunkan ke kiri dan ke kanan dengan
mantap dan teratur. Tali ijuk dengan beban padi yang menggantung pada badan
bambu rengkong pun bergerak-gerak, gesekan tali ijuk yang keras inilah yang
menimbulkan suara berderit-derit nyaring. Kalau ada beberapa rengkong yang
dimainkan serempak maka akan timbul suara yang mengasyikan, khas alam petani,
terlebih bila dimainkan dengan berbaris berarak-arakan maka suasananya akan
lebih semarak. Kesenian tradisional para petani ini biasanya diadakan pada
pesta perayaan panen atau pada hari-hari besar nasional.
0 komentar:
Posting Komentar