Namanya saja
gedung tua peninggalan orang asing, tentu banyak hal gaib yang melingkup di
sekitar gedung dan susah dipecahkan. Sama seperti gedung Lawang Sewu, Semarang
yang ditengarai menyimpan banyak misteri ini. Konon, misteri tak terpecahkan
itu berkaitan dengan keberadaan makhluk halus yang menghuni Lawang Sewu.
Jumlahnya mencapai puluhan, dan itu pun susah dideteksi bagaimana kisahnya
hingga mereka menjadi penghuni Lawang Sewu. Berdiri sejak tahun 1907.
Gedung
peninggalan Belanda itu sampai sekarang nampak megah jika dipandang dari
bundaran monumen Tugu Muda. Wujud bangunannya kokoh, artistik, dan bergaya
Eropa. Siapa saja tentu akan percaya kalau bangunan bersejarah itu dihuni oleh
segerombolan makhluk halus. Pasalnya, selain bangunan tua, sudah lama gedung
berpintu sekitar 1.000 (sewu, red) ini dibiarkan kosong dan tak berpenghuni.
Membuat sawab sekitar mudah dimasuki oleh lelembut maupun makhluk gaib dari
alam maya.
Sayangnya,
pemerintah setempat sekarang kurang peka terhadap keberadaan gedung tua ini.
Bangunan Lawang Sewu dianggap tak ubahnya barang rongsok yang tidak ada
gunanya. Terkesan kumuh dan kotor, bahkan kalau malam sama sekali tidak ada
penerangan di dalam gedung. Mungkin karena telantar membuat bangunan ini bertambah
angker. Seperti wingit hingga kalau malam hari tidak ada orang yang berani
lewat di depat gedung. Apalagi, sampai berani masuk ke halaman Lawang Sewu.
Hanya Soeranto
semata yang sudah bertahun-tahun tinggal di pelataran gedung Lawang Sewu.
Selama itu pula, Soeranto mengaku sudah tidak terhitung lagi berapa kali dia
mengalami kejadian-kejadian aneh jika malam hari. Aneka rupa dan bentuk makhluk
gaib menunggu gedung sudah pernah dia pergoki. Sejauh itu, berkat pengabdian
Soeranto untuk menjaga gedung, dia tidak pernah gentar menghadapi lelembut
penghuni setempat.
“Macam-macam
wujud jelmaan penunggu sini (Lawang Sewu, red) pernah saya temui. Mulai
wujudnya yang seram, begis, sampai yang lucu-lucu,” aku Soeranto. Sampai-sampai
mengenai prilaku para lelembut setempat Soeranto sangat hafal betul. Termasuk
ketika akan memunculkan bentuk aslinya, ada tanda-tanda khusus yang lebih dulu
disampaikan para lelembut.
“Biasanya ada
yang diawali dengan hembusan angin agak kencang, semilir, sampai ada yang
mengeluarkan bau-bauan. Ada yang bau wangi, bau menyan, bahkan ada yang
mengeluarkan bau agak busuk,” tandasnya.
Kemunculan
makhluk halus ditengarai adalah arwah tentara Belanda dan Jepang itu
masing-masing punya daerah kekuasaan sendiri-sendiri. Seperti di pintu depan
paling barat, menurut Soeranto disitu diperkirakan dikuasai oleh sosok hantu
tentara Belanda. Setiap kali muncul lelembut yang dicurigai sebagai arwah orang
Belanda ini selalu mengenakan pakaian seragam serdadu lengkap dengan senapan
laras panjang. Ada yang berada di pintu belakang paling timur. Termasuk
menempati beberapa pintu kamar, dan ruang di lantai dua.
Lain lagi di
salah satu ruang paling depan yang ditengarai dulunya menjadi pos penjagaan
tentara, di sekitar tempat itu dikuasai oleh sosok lelembut yang berwujud
serdadu Jepang. Khusus makhluk gaib yang satu ini, menurut Soeranto terlihat
bengis dan kejam. Kumisnya panjang melintang dengan ke mana-mana selalu membawa
sebilah samurai panjang.
Meski berbeda
wilayah kekuasaan, tidak pernah ada kejadian keributan atau semacam pertanda
adanya ontran-ontran di alam gaib antar penunggu Lawang Sewu itu. Semua selalu
tenang, dan kemunculannya pun selalu pada tempat yang sama. Tidak berebutan.
Mungkin saja karena sosok-sosok itu sering kali muncul dan bertemu dengan
Soeranto, hingga kesannya sangat akrab.
“Cuma kalau
berdialog langsung dengan mereka belum pernah. Di samping saya sendiri tidak
mengerti bahasa mereka,” aku Soeranto kepada METEOR. Paling mendebarkan menurut
Soeranto, tiap malam Jumat Kliwon arwah-arwah setempat sering kali menampakkan
wujud aslinya. Mereka bergentayangan, bermunculan, hingga membuat suasana malam
seperti ramai orang-orang bercengkerama.
Cuma paling
menakutkan lagi, adalah jeritan-jeritan suara perempuan dari dalam gedung.
Diperkirakan jeritan itu berasal dari jerit nonik-nonik Belanda. Bahkan, setiap
muncul jeritan pasti disusul suara derap sepatu lars tentara Belanda dan
Jepang. Sepertinya arwah mereka kompak, namun suara jeritan itu diperkirakan
jeritan noni Belanda yang ketakutan ketika melihat aksi pembantaian Jepang
terhadap tentara Belanda.
Konon, banyak
tentara Belanda yang tewas disembelih tentara Jepang. Sehingga suara jeritan
itu kadang disusul jeritan tentara Belanda yang kesakitan. Sementara jika
mendongakkan kepala ke atas gedung, nampak ada sebuah tondon air yang dulunya
difungsikan untuk menyimpan air bersih.
Sedangkan di sekitarnya, tepatnya di depan halaman gedung ada sebuah sumur tua yang setiap harinya selalu dikunci rapat-rapat. Bentuk sumur tersebut temboknya meninggi dari dasar tanah dan diberi atap genting warna merah. Di situlah paling sering terdengar tangisan nonik-nonik Belanda dan Jepang.
Sedangkan di sekitarnya, tepatnya di depan halaman gedung ada sebuah sumur tua yang setiap harinya selalu dikunci rapat-rapat. Bentuk sumur tersebut temboknya meninggi dari dasar tanah dan diberi atap genting warna merah. Di situlah paling sering terdengar tangisan nonik-nonik Belanda dan Jepang.
Namun, dari
sekian banyaknya mahkluk halus yang menjaga gedung lawang sewu tersebut,
menurut beberapa paranormal asal Semarang tidak akan mengganggu masyarakat
apabila nekad masuk ke dalam gedung. “Dulu ada paranormal yang menerawang
penghuni sini. Katanya, jumlah mereka sekitar 50 makhluk halus,” imbuhnya.
Anak_Gunung
03-10-2002, 08:13 PM
Anak_Gunung
03-10-2002, 08:13 PM
Sejak didirikan
ratusan tahun lalu, gedung spektakuler peninggalan pemerintahan Belanda macam
Lawang Sewu Semarang masih tetap menyimpan misteri. Sudah berulang kali orang
menyingkap misteri di balik kemegahan gedung bersejarah ini. Namun, sejauh itu
masih ada misteri lain yang tersisa, seiring perjalanan umur bangunan yang
semakin tua. Berikut ini wartawan METEOR melaporkan sepenggal misteri yang
tersisa dari Lawang Sewu itu.
Ibarat buah
kelapa makin tua makin banyak santan yang dibutuhkan oleh manusia. Tidak lebih
ungkapan tersebut sama pula dengan keberadaan gedung tua peninggalan Belanda
macam Lawang Sewu. Makin tua umur bangunan yang berlokasi di depan Tugu Muda,
Pandanaran Semarang ini, legenda yang menyelimuti makin banyak dipuji
masyarakat. Wajar sebagai gedung bersejarah, Lawang Sewu semakin makin
dipandang sebagai gedung berharga, berkat keantikannya.
Tak heran
sampai sekarang ini, gedung yang nampaknya kurang mendapat perhatian dari
Pemkot Semarang ini, dalam percaturannya masih menjadi rebutan antar para
investor dan pengusaha baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan, antar
pengusaha sekitar Semarang sendiri saling berebutan untuk bisa memenangkan
tender mengelola gedung kuno ini.
Menurut kabar
yang tersebar pada pekembangan nantinya gedung yang memiliki luas sekitar 0,50
hektar ini akan dijadikan hotel berbintang lima. Kabar yang santer terdengar,
anak mantan presiden Soeharto, Bambang Triatmojo pernah berambisi membeli
gedung milik negara ini untuk disulap menjadi hotel berbintang. Hanya saja,
belum sampai impiannya terlaksana, keburu Soeharto lengser dan keinginannya itu
pun sirna.
“Semenjak itu,
sampai sekarang belum ada yang menawar lagi. Bangunan ini dibiarkan kosong dan
terlantar. Kami tidak tahu mau dijadikan apa bangunan megah ini,” ujar
Soeranto, 50 tahun, salah seorang penghuni gedung Lawang Sewu kepada METEOR.
Dari situ Soeranto lantas menceritakan panjang lebar mengenai sejarah dan
asal-usul berdirinya gedung Lawang Sewu.
Memang jika
ditilik dari sejarahnya gedung ini sangatlah legendaris. Maklum sudah beberapa
priode pemerintahan dan jawatan pernah menempati gedung yang dikenal sangat
angker ini. Sekilas pandangan Soeranto menerawang, lalu menurut penuturannya,
Lawang Sewu tersebut merupakan salah satu gedung peninggalan Belanda yang
diarsiteki oleh Prof Klinkkaner dan Quendagg. Dibangun dan sekaligus berdiri
sekitar tahun 1863.
Setelah itu
gedung ini pada tanggal 27 Agustus 1913 ditempati oleh para tentara Belanda,
hanya saja tidak berlangsung lama. Sebab, setelah itu Belanda menyerah terhadap
Jepang Baru kemudian penguasaan gedung berlalih ke tangan pemerintahan Jepan
baik secara administratif maupun secara perekonomian selama 3,5 tahun. Sampai
kemudian bangsa Indonesia melakukan perlawanan dengan melakukan perang
bersenjata melawan tentara Jepang di kawasan Tugu Muda yang dikenal dengan
sebutan 5 Jam di Semarang.
Sekitar tahun
1950, tutur Soeranto, gedung tua tersebut ditempati oleh TNI-AD dibawah
pimpinan Panglima Gatot Subroto. Dan, paling terakhir yang menempati adalah
jawatan PT Kereta Api Jawa Tengah. Bahkan, saat itu fungsi gedung sempat
dijadikan sebagai kantor wilayah Departemen Perhubungan Jateng. Hingga akhirnya
gedung Lawang sewu tersebut benar-benar kosong mulai sekitar tahun 1996 sampai
sekarang.
Ibarat orang
yang sedang mati suri. Kondisi gedung Lawang Sewu tiap harinya sepi dari
kegiatan apapun. Tidak ada lagi aktivitas ramai seperti tahun-tahun silam.
Belum lagi akibat tidak pernah mendapat perhatian, keadaan sekitar gedung
menjadi kotor dan kumuh. Tembok bangunan yang gempal mulai mengelupas catnya. Areal
sekitar gedung nampak ditumbuhi semak belukar dan ilalang.
Ketika METEOR
mencoba membuka daun pintu di salah satu kamar yang ada di dalam gedung
tersebut, mendadak daun pintu terbuat dari kayu itu rapuh dan patah lantaran
ditekan ke dalam. Aneh memang, ternyata bagian dalam gedung tersebut banyak
sekali pintu-pintu yang bahannya terbuat dari kayu jati. Kendati demikian pintu
yang berjumlah sekitar seribu itu tidak lagi mempunyai kekuatan.
Hanya masih
menyimpan sebuah kenangan misteri jika sewaktu-waktu pintu salah satu kamar
Lawang Sewu dibuka. Maka akan menimbulkan suara menderit yang khas. Suaranya
menggema di tengah kesunyian bagian dalam gedung. Seperti mengundang arwah
gentayangan yang ada di dalamnya. Sementara kalau malam hari bagian dalam gelap
gulita, lantaran tidak ada satu pun lampu penerangan yang dipasang oleh
pemerintah kota Semarang sekarang.
Benar-benar
Lawang Sewu tidak lagi pernah diperhatikan pemerintah. Masih untung ada orang
berjiwa patriotik yang rela menjaga dan tinggal di dalam gedung Lawang Sewu,
seperti Soeranto juga pensiunan TNI-AD ini. Diakui Soeranto sebenarnya, tinggal
di dalam Lawang Sewu sangat teduh. Asri dan bisa mengenang kejayaan masa
pemerintahan Belanda.
“Namun mungkin
karena tempat ini sangat angker sehingga tidak ada yang berani tinggal di sini.
Orang akan menjadikan tempat ini sebagai kantor atau hotel tentunya harus
berpikiran yang jernih,” ungkapnya.
0 komentar:
Posting Komentar